BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring
dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan
hasil ynag positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan eknomi, perbaikan
linkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang
medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan umur harapan hidup
manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah
cenderung lebih cepat.
Peningkatan
umur harapan hidup masyarakat di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
1.1 Angka Harapan Hidup di Indonesia
Tahun |
Laki-laki
|
Perempuan
|
Total
|
1971
1980
1990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
|
44,2
50,6
58,1
61,5
63,3
64,9
66,4
67,7
69,0
|
47,2
53,7
61,5
65,4
67,2
68,8
70,4
71,7
73,0
|
45,7
52,2
59,8
63,5
65,3
66,9
68,4
69,8
71,7
|
Sumber: BPS, 1992, 1993 Keterangan: Angka harapan hidup sejak lahir
Saat
ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan
usia rata – rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2
milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia
lebih kurang 1000 orang per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari
penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah “Baby Boom” pada masa
lalu berganti menjadi “Ledakan penduduk lanjut usia”.
Menurut
penelitian yang dilakukan terhadap orang lanjut usia di Indonesia yang
dilakukan oleh Prof. Dr.R. Boedhi Darmojo, terjadi peningkatan jumlah lanjut
usia yang sangat signifikan seperti terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.1
Demografi Orang Lanjut Usia di Indonesia
Tahun
|
1980
|
1985
|
1990
|
1995
|
2000
|
2020
|
Total
penduduk (55 tahun ke atas)
|
148
|
165
|
183
|
202
|
222
|
|
a. Total
(juta)
|
11,4
|
13,3
|
16
|
19
|
22,2
|
29,12
|
b.
Persentase (%)
|
7,7
|
8
|
8,7
|
9,4
|
10
|
11,09
|
Harapan
hidup
|
55,30
|
58,19
|
61,12
|
64,05
|
65-70
|
70-75
|
Menurut penelitian Prof. Dr.
R. Boedhi Darmojo
Berdasarkan Data
pada Biro Pusat Statistika dan beberapa sumber lain, dapat diketahui jumlah dan
prosentase populasi lansia di Indonesia pada tahun 1971 – 2020 sesuai pada
tabel berikut ini:
Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase
Populasi Lansia Indonesia 1971 – 2020
Tahun |
Jumlah
Lansia
|
Persentase
|
1971
(a)
|
5.306.874
|
4,48%
|
1980
(b)
|
7.998.543
|
5,45%
|
1990
(c)
|
11.277.557
|
6,29%
|
1995
(d)
|
12.778.212
|
6,56%
|
2000
(d)
|
15.262.199
|
7,28%
|
2005
(d)
|
17.767.709
|
7,97%
|
2010
(d)
|
19.936.859
|
8,48%
|
2015
(d)
|
23.992.553
|
9,77%
|
2020
(d)
|
28.822.879
|
11,34%
|
Sumber: (a) Biro Pusat Statistika, 1974; (b) Biro
Pusat Statistika,1983; (c) Biro Pusat
Statistika, 1992; (d) Ananta dan Anwar, 1994.
Dikutip oleh Djuhari dan Anwar, 1994
Meningkatnya umur harapan hidup
dipengaruhi oleh:
1)
Majunya
pelayanan kesehatan
2)
Menurunnya
angka kematian bayi daan anak
3)
Perbaikan
gizi dan sanitasi
4)
Meningkatnya
pengawasan terhadap penyakit infeksi
Secara individu, pada usia di atas 55
tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah
fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan bergesernya pola
perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit pada lansia juga
bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (degeneratif).
Survei rumah tangga tahun 1980, angka
kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun sebesar 25,70% diharapkan pada
tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman Pembinaan
Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I, 1992).
Perawatan terhadap pasien lansia bisa
menjadi tugas yang menantang bagi para tenaga klinis. Perubahan – perubahan
kecil dalam kemampuan seorang pasien lansia untuk melaksanakan aktivitas sehari
– hari atau perubahan kemampuan seorang pemberi asuhan keperawatan dalam
memberikan dukungan hendaknya memiliki kemampuan untuk mengkaji aspek
fungsional, sosial, dan aspek – aspek lain dari kondisi klien lansia.
Berkaitan dengan peran pemberi asuhan
keperawatan dalam hal ini perawat sebagai salah satu kompetensi yang harus
diemban, maka dirasa perlu untuk mengadakan praktek keperawatan klinik
khususnya pada klien lansia sebagai konteks keperawatan gerontik, maka pada
kesempatan mengenyam tahap profesi ini, mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Angkatan II,
Gerbong I, diterjunkan secara langsung di Panti Sosial Tresna Werdha “ Bahagia”
di Kabupaten Magetan, guna mendapat pengalaman secara langsung mengenai
perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia serta konsep asuhan keperawatan
pada klien lansia yang mengalami gangguan atau masalah kesehatan.
1.2 Tujuan Kegiatan
Tujuan
kegiatan praktek keperawatan gerontik adalah sebagai lahan penerapan asuhan
keperawatan gerontik khusunya pada klien lansia dengan post operasi katarak
guna meningkatkan status kesehatan klien lansia.
1.3 Manfaat
Adapun
manfaat praktek keperawatan gerontik adalah:
1)
Sebagai
lahan penerapan asuhan keperawatan gerontik bagi mahasiswa.
2)
Membantu
meningkatkan status kesehatan lansia melalui pendekatan praktek keperawatan.
1.4 Sistematika Laporan
Sistematika
laporan kegiatan ini adalah:
1)
Bab
1 Pedahuluan memuat: Latar Belakang, Tujuan Kegiatan, Manfaat an Sistematika
Laporan.
2)
Bab
2 Konsep Teori memuat: Konsep Lansia, Konsep Penyakit Post Operasi Katarak dan
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Katarak.
3)
Bab
3 Asuhan Keperawatan Gerontik memuat: Pengkajian, Perumusan Diagnosa
Keperawatan, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.
4)
Bab
4 Penutup, memuat: Kesimpulan dan Saran.
BAB 2
KONSEP TEORI
Pada bab ini akan dibahas
mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Lansia, Konsep Penyakit Post Operasi
Katarak dan Konsep Asuhan Keperawatan Klien Dengan Post Operasi Katarak.
2.1 Konsep Teori Lansia
2.1.1 Batasan Lansia
Menurut
oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1)
Usia
pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2)
Lanjut
usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3)
Lanjut
usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4)
Usia
sangat tua (very old) di atas 90 tahun
2.1.2 Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan
proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya
yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini
berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti
mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai
dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan
memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas
emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskpun
secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus
menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal
ini diartikan:
1)
Bebas
dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2)
Mampu
melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3)
Mendapat
dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami
perubahan – perubahan yangmenuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus
– menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil
maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh
MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai
lansia yaitu:
1)
Ketidakberdayaan
fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2)
Ketidakpastian
ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
3)
Membuat
teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
4)
Mengembangkan
aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
5)
Belajar
memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan
fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan
gerak.
Lanjut usia juga
mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah.
Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang
semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak
berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi
pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat
secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara
benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990)
mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi
minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya.
Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini
tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya.
Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan
dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial
(Goldstein, 1992)
Dalam
menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian
yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1)
Minat
sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2)
Penarikan
diri ke dalam dunia fantasi
3)
Selalu
mengingat kembali masa lalu
4)
Selalu
khawatir karena pengangguran,
5)
Kurang
ada motivasi,
6)
Rasa
kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
7)
Tempat
tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain
pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat
yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati
kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki
kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.
2.1.3 Teori Proses Menua
1)
Teori
– teori biologi
a)
Teori
genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut
teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel)
b)
Pemakaian
dan rusak
Kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
c)
Reaksi
dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di
dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit.
d)
Teori
“immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem
imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh
dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
e)
Teori
stres
Menua
terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f)
Teori
radikal bebas
Radikal
bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat
dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g)
Teori
rantai silang
Sel-sel
yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya
jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan
hilangnya fungsi.
h)
Teori
program
Kemampuan
organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut
mati.
2)
Teori
kejiwaan sosial
a)
Aktivitas
atau kegiatan (activity theory)
-
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan
ikut banyak dalam kegiatan sosial.
-
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
-
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan ke lanjut usia
b)
Kepribadian
berlanjut (continuity theory)
Dasar
kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan
yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimiliki.
c)
Teori
pembebasan (disengagement theory)
Teori
ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1.
kehilangan
peran
2.
hambatan
kontak sosial
3.
berkurangnya
kontak komitmen
2.1.4 Permasalahan Yang
Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan
dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T. 1999
: 40-42)
1) Permasalahan
umum
a) Makin besar
jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b)
Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya
kelompok masyarakat industri.
d)
Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut
usia.
e)
Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
2) Permasalahan khusus :
a)
Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental
maupun sosial.
b) Berkurangnya
integrasi sosial lanjut usia.
c) Rendahnya
produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya
lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e)
Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
f)
Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan
fisik lansia
2.1.5 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
1)
Hereditas
atau ketuaan genetik
2)
Nutrisi
atau makanan
3)
Status
kesehatan
4)
Pengalaman
hidup
5)
Lingkungan
6)
Stres
2.1.6 Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada
Lansia
1)
Perubahan
fisik
Meliputi
perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya
sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan
tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan
integumen.
2)
Perubahan
mental
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan mental :
a)
Pertama-tama
perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b)
Kesehatan
umum
c)
Tingkat
pendidikan
d)
Keturunan
(hereditas)
e)
Lingkungan
f)
Gangguan
syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g)
Gangguan
konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h)
Rangkaian
dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
i)
Hilangnya
kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan
konsep dir.
3)
Perubahan
spiritual
Agama
atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970)
Lansia
makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
2.1.7 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut
the National Old People’s Welfare Council , dikemukakan 12 macam penyakit
lansia, yaitu :
1)
Depresi
mental
2)
Gangguan
pendengaran
3)
Bronkhitis
kronis
4)
Gangguan
pada tungkai/sikap berjalan.
5)
Gangguan
pada koksa / sendi pangul
6)
Anemia
7)
Demensia
2.2 Konsep Penyakit Katarak
2.2.1 Definisi
Katarak
adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur – angsur penglihatan
kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara C.Long, 1996)
2.2.2 Etiologi
1)
Ketuaan
biasanya dijumpai pada katarak Senilis
2)
Trauma
terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X atau benda
– benda radioaktif.
3)
Penyakit
mata seperti uveitis.
4)
Penyakit
sistemis seperti DM.
5)
Defek
kongenital
2.2.3 Patofisiologi
Dalam keadaan normal transparansi lensa
terjadi karena adanya keseimbangan atara protein yang dapat larut dalam protein
yang tidak dapat larut dalam membran semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan
jumlah protein yang tdak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa
protein, perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan
jumlah protein dalam lens melebihi jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah
protein dalam bagian ynag lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal
dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan cairan/degenerasi dan desintegrasi
pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan
gangguan penglihatan.
2.2.4 Macam – macam Katarak
1)
katarak
kongenital
Adalah katarak
sebagian pada lensa yang sdah idapatkan pada waktu lahir. Jenisnya adalah:
a)
Katarak
lamelar atau zonular.
b)
Katarak
polaris posterior.
c)
Katarak
polaris anterior
d)
Katarak
inti (katarak nuklear)
e)
Katarak
sutural
2)
Katarak
juvenil
Adalah katarak
yang terjadi pada anak – anak sesudah lahir.
3)
Katarak
senil
Adalah kekeruhan
lensa ang terjadi karena bertambahnya usia. Ada beberapa macam yaitu:
a)
katarak
nuklear
Kekeruhan yang
terjadi pada inti lensa
b)
Katarak
kortikal
Kekeruhan yang
terjadi pada korteks lensa
c)
Katarak
kupliform
Terlihat pada
stadium dini katarak nuklear atau kortikal.
Katarak
senil dapat dibagi atas stadium:
a)
katarak
insipiens
Katarak yang tidak
teratur seperti bercak – bercak yang membentuk gerigi dengandasar di perifer
dan daerah jernih di antaranya.
b)
katarak
imatur
Terjadi kekeruhan
yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih
terdapt bagian- bagian yang jernih pada lensa.
c)
katarak
matur
Bila proses
degenerasi berjala terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama – sama hasil
desintegritas melalui kapsul.
d)
katarak
hipermatur
Merupakan proses
degenerasi lanjut sehingga korteks lensa mencair dan dapat keluar melalui
kapsul lensa.
4)
Katarak
komplikasi
Terjadi akibat
penyakit lain. Penyakit tersebut dapat intra okular atau penyakit umum.
5)
Katarak
traumatik
Terjadi akibat
ruda paksa atau atarak traumatik.
2.3 Kosep Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Dengan Post Operasi Katarak
2.3.1 Pengkajian
1)
Data
Subyektif
a)
Nyeri
b)
Mual
c)
Diaporesis
d)
Riwayat
jatuh sebelumnya
e)
Pengetahuan
tentang regimen terapeutik
f)
Sistem
pendukung, lingkungan rumah.
2)
Data
obyektif
a)
Perubahan
tanda – tanda vital
b)
Respon
yang azim terhadap nyeri
c)
Tanda
– tanda infeksi:
-
Kemerahan
-
Edema
-
Infeksi
konjungtiva (pembuluh darah konjungtiva menonjol)
-
Drainase
pada kelopak mata dan bulu mata
-
Zat
purulen
-
Peningaktan
suhu tubuh
-
Nilai
laboratorium: peningkatan SDP, perubahan SDP, hasil pemeriksaan kultur
sesitivitas abnormal.
d)
Ketajaman
penglihatan masing – masing mata.
e)
Cara
berjalan, riwayat jatuh sebelumnya.
f)
Kemungkinan
penghalang lingkungan seperti;
-
kaki
kursi, perabot yang rendah
-
Tiang
infus
-
Tempat
sampah
-
Sandal
g)
Kesiapan
dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi.
2.3.2 Perumusan Diagnosa
Keperawatan
2)
Nyeri
akut b/d interupsi pembedahan jaringan tubuh
3)
Resiko
tinggi terhadap infeksi b/d peningkatan perentanan sekunder terhadap interupsi
permukaan tubuh.
4)
Resiko
tinggi terhadap cidera b/d keterbatasan penglihatan, berada di lingkungan yang
asing dan keterbatasan mobilitas dan perubahan kedalaman persepsi karena
pelindung mata.
5)
Resiko
tinggi terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik b/d kurang
aktivitas yang diijinkan, obat – obatan, komplikasi dan perawatan lanjutan.
2.3.3 Perencanaan
1)
Nyeri
akut
a)
Tujuan:
nyeri teratasi
b)
Kriteria
hasil: klien melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri
setelah intervensi.
c)
Intervensi:
·
Bantu
klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
Rasional: Membantu
dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
·
Jelaskan
bahwa nyeri dapat akan terjadi sampai beberapa jam setelah pembedahan.
Rasional: Nyeri
post op dapat terjadi sampai 6 jam post op.
·
Lakukan
tindakan penghilanagn nyeri non invasif atau non farmakologik, seperti berikut;
-
Posisi:
tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah – ubah antara berbaring pada
punggung dan pada sisi yang tidak dioperasi.
-
Distraksi
-
Latihan
relaksasi
Rasional: beberapa
tindakan penghilang nyeri non invasif adalah tindakan mandiri yang dapat
dilaksanakan perawat dalam usaha meningkatkan kenyamanan pada klien.
·
Berikan
dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan aalgesik yang diresepkan.
Rasional:
Analgesik mambantu dalam menekan respon nyeri dan menimbulkan kenyamanan pada
klien.
·
Beritahu
doker jika nyeri tidak hilang setelah ½ jam pemberian obat, jika nyeri disertai
mual atau jika anda memperhatikan drainase pada pelindung mata.
Rasional: Tanda
ini menunjukkan peningaktan tekanan intra okuli (TIO) atau komplikasi lain.
2)
Resiko
tinggi terhadap infeksi
a)
Tujuan:
infeksi tidak terjadi.
b)
Kriteria
hasil: klien akan menunjukkan penyembuhan insisi tanpa gejala infeksi.
c)
Intervensi:
·
Tingkatkan
penyembuhan luka:
-
Berikan
dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupancairan yang adekuat.
-
Instruksikan
klien untuk tetap menutup mata sampai hari pertama setelah operasi atau sampai
diberitahukan
Rasional:
Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan,
yang meningkatkan penyembuhan
·
Gunakan
teknik aseptik untuk meneteskan tetes mata:
-
Cuci
tangan sebelum memulai
-
Pegang
alat penetes agak jauh dari mata
-
Ketika
meneteskan, hindari kontak antara ata, tetesan dan alat penetes.
Ajarkan
teknik ini kepada klien dan anggota keluarganya.
Rasional:
Teknik aseptik meminimialkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi resiko
infeksi.
·
Kaji
tanda dan gejala infeksi:
-
Kemerahan,
edema pada kelopak mata
-
Infeksi
konjungtiva (pembuluh darah menonjol)
-
Drainase
pada kelopak mata dan bulu mata
-
Materi
purulen pada bilik anterior (antara korm\nea dan iris)
-
Peningkatan
suhu
-
Nilai
laboratorium abnormal (mis. Peningkatan SDP, hasil kultur dan sensitivitas
positif)
Rasional: Deteksi
dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan keseriusan
infeksi.
·
Lakukan
tindakan untuk mencegah ketegangan pada jahtan (misal anjurkan klien
menggunakan kacamata protektif dan pelindung mata pada siang hari dan pelindung
mata pada malam hari).
Rasional:
Ketegangan pada jahitan dapat menimbulkan interupsi menciptakan jalan masuk
untuk mikroorganisme.
·
Beritahu
dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.
Rasional:
Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan memulai penanganan
farmakologi.
3)
Resiko
tinggi terhadap cidera
a)
Tujuan:
Cidera tidak terjadi.
b)
Kriteria
hasil: Klien tidak mengalami cidera atau trauma jaringan selama dirawat.
c)
Intervesi:
·
Orientasikan
klien pada lingkungan ketika tiba.
Rasional:
Pengenalan klien dengan lingkungan membantu mengurangi kecelakaan.
·
Modifikasi
lingkungan untuk menghilangkan kemungkinan bahaya.
-
Singkirkan
penghalang dari jalur berjalan.
-
Singkrkan
sedotan dari baki.
-
Pastikan
pintu dan laci tetap tertutup atau terbuka secara sempurna.
Rasonal:
Kehilangan atau gangguan penglihatan atau menggunakan pelindung mata juga apat
mempengaruhi resiko cidera yang berasal dari gangguan ketajaman dan kedalaman
persepsi.
·
Tinggikan
pengaman tempat tidur. Letakkan benda dimana klien dapat melihat dan meraihnya
tanpa klien menjangkau terlalu jauh.
Rasional: Tinakan
ini dapat membantu mengurangi resiko terjatuh.
·
Bantu
klien dan keluarga mengevaluasi lingkungan rumah untuk kemungkinan bahaya.
-
karpet
yang tersingkap.
-
Kabel
listrik yang terpapar.
-
Perabot
yang rendah
-
Binatang
peliharaan
-
Tangga
Rasional: Perlunya
untuk empertahankan lingkungan yang aman dilanjutkan setelah pulang.
4)
Resiko
tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik
a)
Tujuan:
Inefektif penatalaksanaan regimen tidak terjadi.
b)
Kriteria
hasil: Berkaitan dengan rencana pemulangan rujuk pada rencana pemulangan.
c)
Intervensi:
·
Diskusikan
aktifitas yang diperbolehkan setelah pembedahan.
-
Membaca
-
Menonton
televisi
-
Memasak
-
Melakukan
pekerjaan rumah tangga yang ringan
-
Mandi
siram atau mandi di bak mandi.
Rasional: Memulai
diskusi dengan menguraikan aktifitas yang diperbolehkan daripada pembatasan
memfokuskan klien pada aspek positif penyembuhan daripada aspek negatifnya.
·
Pertegas
pembatasan aktifitas yang disebutkan dokter yang mungkin termasuk menghindari
aktifitas berikut:
-
Berbaring
pada sisi yang dioperasi
-
Membungkuk
melewati pinggang
-
Mengangkat
benda yang beratnya melebihi 10 kg.
-
Mandi
-
Mengedan
selama defekasi.
Rasional:
Pembatasan diperlukan utnuk menguangi gerakan mata dan mencegah peningkatan
tekanan okuler. Pembatasan yang spesifik tergantung pada beberapa faktor,
termasuk sifat dan luasnya pembedahan, preferensi dokter, umur serta status
kesehatan klien secara keseluruhan. Pemahaman klein tentang alasan untuk
pembatasan ini dapat mendorong kepatuhan klien.
·
Tekankan
pentingnya tidak mengusap mata atau menggosok mata dan menjaga balutan serta
pelindung protektif tetap pada tempatnya sampai hari pertama setelah operasi.
Rasional: Mengusap
atau menggosok mata dapat merusak integritas jahitan dan memebrikan jalan masuk
untk mikroorganisme. Menjaga mata tertutup mengurangi resiko kontaminasi oleh
mikroorganisme di udara.
·
Jelaskan
informasi berikut untuk tetap setiap obat – obatan yang diresepkan.
-
Nama,
tujuan dan kerja obat.
-
Jadwal,
dosis (jumlah dan waktu)
-
Teknik
pemberian
-
Instruksi
atau kewaspadaan khusus
Rasional:
Memberikan informasi yang akurat sebelum pulang dapat meningkatkan kepatuhan
dengan regimen pengobatan dan membantu mencegah kesalahan dalam pemberian obat.
·
Instruksikan
klien dan keluarga untuk melaporkan
tanda dan gejala berikut:
-
Kehilangan
penglihatan
-
Nyeri
pada mata
-
Abnormalitas
penglihatan (misalnya, kilasan cahaya atau mengeras)
-
Emerahan,
drainase meningkat, suhu meningkat.
Rasional:
Melaporkan tanda dan gejala ini lebih awal memungkinkan intervensi yang cepat
untuk mencegah atau meminimalkan infeksi, peningkatan tekanan intra okular,
perdarahan, terlepasnya retina atau komplikasi lain.
·
Instruksikan
untuk menjaga hygiene mata (membuang drainase yang mengeras dengan menyeka
kelopak mata yang terpejam menggunakan bola kapas yang dielmbabakan dengan
larutan irigasi mata).
Rasional: Sekresi
dapat melekat pada kelopak mata dan blu mata. Pembuangan sekresi dapat
memberikan kenyamanan dan mengurangi resiko infeksi dengan mneghilangkan sumber
mikroorganisme.
·
Tekankan
pentingnya perawatan lanjutan yang adekuat, dengan adwal yang ditentukan oleh
ahli bedah. Klien harus mengetahui tanggal dan waktu jadwal perjanjian
pertamanya sebelum pulang.
Rasional:
Perawatan lanjutan memberikan kemungkinan penyembuhan dan memngkinkan deteksi
dini komplikasi.
·
Sediakan
instruksi tertulis pada waktu klien pulang.
Rasional: Instruksi
tertulis memberikan klien dan keluarga sumber informasi yang dapat merekam
rujuk jika diperlukan.
2.3.4 Pelaksanaan
Disesuaikan dengan intervensi yang telah
ditetapkan serta keadaan umum klien.
2.3.5 Evaluasi
Disesuaikan
dengan tujuan yang telah ditetapkan, menggunakan metode SOAP.
Afdol. Et all. (1995). Latar Belakang Sosial
Ekonomi dan Tingkat Kepuasan Hidup Lanjut Usia Penghuni Panti Werdha. PPKP
lemlit Unair. Surabaya
Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik:
Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema
Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa
Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Decker
DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging.
Little Brown and Company. Boston
Depkes
RI Badan Litbangkes. (1986). Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta
Depsos
RI. (----). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial
Lanjut Usia Dalam Panti. Depsos RI. Jakarta
...........(1993).
Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan I. Depkes
Ri. Jakarta
...........(1994).
Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan II.
Depkes Ri. Jakarta
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi
Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
Gallo,
J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman.
EGC. Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi
Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis:
Pendekatan Holistik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Lueckenotte.A.G.
(1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
Nugroho.W.
(2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar