Senin, 26 Mei 2014

Cerebrovascular Disease /CVD/ Stroke


Cerebrovascular Disease/CVD/Stroke



Setiap manusia pasti mendambakan kesehatan sepanjang hidupnya, baik kesehatan fisik dan psikis. Karena perubahan gaya hidup masyarakat modern seperti makan makanan siap saji (fast food), makan tinggi lemak/ kolesterol, kebiasaan minum minuman beralkohol, merokok mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit.
Cerebrovascular Disease/CVD/Stroke merupakan salah satu penyakit pembunuh ketiga setelah penyakit infeksi dan jantung koroner. Selain itu stroke merupakan penyebab kecacatan terbanyak pada kelompok usia dewasa. Jumlah penderita stroke di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, dari data dasar rumah sakit terdapat 63,52 per 100.000 penduduk pada kelompok usia di atas 65 tahun menderita stroke, secara kasar tiap hari dua orang di Indonesia terkena serangan stroke (http/www.Kompas.com/ Kesehatan Kompas, Stroke Hilangkan Waktu Produktif, Senin 11 Juli 2005). Para penderita stroke tidak hanya memerlukan biaya tinggi untuk pengobatan maupun rehabilitasi namun terancam kehilangan waktu produktifnya. CVD biasanya akibat/kelanjutan dari penyakit-penyakit sebelumnya seperti DM, Hipertensi.
Di sini peran perawat sangat diperlukan untuk mengurangi jumlah penderita CVD dengan cara memberikan penyuluhan “mengenai CVD tentang penyebab, tanda gejala, faktor-faktor orang yang beresiko terkena CVD, komplikasi, perawatan pada pasien CVD, maupun cara mencegah terjadinya CVD berulang. Oleh karena itu peran perawat melalui home care sangat dibutuhkan di keluarga-keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita CVD. Selain itu pendampingan secara fisik dan psikologis dari keluarga sangat diperlukan oleh pasien sendiri dalam menjalani hidup.



KONSEP DASAR MEDIK
  1. Definisi
         Cerebrovascular Disease adalah: gangguan yang mempengaruhi aliran darah ke otak dan dapat mengakibatkan gangguan neurologik. (Lewis, 2000, hal. 1645).
         Cerebrovascular Disease adalah: kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner and Suddarth, 2002, hal. 2131).

  1. Klasifikasi
CVD/Stroke umumnya dibagi dalam 2 golongan yaitu:
a. Stroke perdarahan
b. Stroke non perdarahan

  1. Anatomi Fisiologi
Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis dan saraf perifer. Otak dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu cerebrum, cerebellum dan batang otak, semua berada dalam satu bagian struktur tulang disebut tengkorak yang melindungi dari cidera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak yaitu tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital. Meningen terletak di bawah tengkorak, komposisi meningen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi, mendukung dan memelihara otak.
Meningen terdiri dari duramater, arakhnoid dan piamater.
Ø  Duramater merupakan lapisan paling luar, menutup otak dan medula spinalis. Sifat duramater liat, tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu.
Ø  Arakhnoid merupakan membran bagian tengah, membran yang bersifat tipis dan lembut ini  menyerupai sarang laba-laba, membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah.
Ø  Piamater merupakan membran paling dalam berupa dinding yang tipis, transparan yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan.
 Serebrum terdiri dari dua hemisfer yaitu kiri dan kanan, empat lobus yaitu:
Ø  Lobus frontal berfungsi mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
Ø  Lobus parietal merupakan lobus sensori berfungsi menginterpretasikan sensasi, berfungsi mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Ø  Lobus temporal berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau, pendengaran dan ingatan jangka pendek.
Ø  Lobus oksipital bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan
Batang otak terletak di fosa anterior terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata, otak tengah merupakan bagian jalur sensorik dan motorik juga sebagai pusat pendengaran dan penglihatan. Pons di depan serebelum antara otak tengah dan medula yang berisi jaras sensorik dan motorik. Medula oblongata berguna untuk meneruskan serabut motorik dari otak ke medula spinalis dan sebaliknya. Serebelum terletak pada fosa posterior yang berfungsi merangsang dan menghambat koordinasi dan gerakan halus.
Sirkulasi willisi terletak di dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis berbentuk lingkaran arteri dari rangkaian arteri karotis internal. Arteri ini secara langsung mempengaruhi sirkulasi anterior dan posterior, sirkulus willisi memberi rute alternatif pada aliran darah jika ada arteri yang fungsinya terganggu. Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada struktur organ lain.

  1. Etiologi
-          Trombosis
-          Emboli
-          Perdarahan (Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarahnoid)
Faktor Resiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko CVD:
-          Gaya hidup
·         Konsumsi alkohol
·         Merokok
·         Obesitas
·         Makan makanan berkadar lemak tinggi
·         Penggunaan obat-obatan dan narkotika.
-          Kondisi patologis
·         Cardiac disease
·         DM
·         Hipertensi
·         Anemia
·         Migrain/sakit kepala hebat

  1. Patofisiologi
* Trombus
Timbunan / kumpulan plak lemak  yang menempel pada pembuluh darah akan mengganggu aliran darah bila terjadi diotak maka akan menyebabkan aterosklerosis pembuluh darah sehingga akan mengakibatkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke otak bila dalam waktu yang lama maka akan mengakibatkan iskemik dan akhirnya infark dan terjadi kematian jaringan otak.
* Emboli.
Emboli yaitu lepasnya plak lemak, udara, pada pembuluh darah yang akan mengikuti aliran darah hingga sampai pada otak dan akan menempel pada pembuluh darah di otak. Bila terjadi pada pembuluh darah kecil akan menimbulkan sumbatan, Gejala muncul tergantung dari daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
* Hemoragi Intraserrebral.
Pecah pembuluh darah  akan menekan jaringan otak dan menurunkan aliran darah sehingga terjadi iskemi dan akhirnya infark.
* Hemoragi Subarakhnoid.
Aneurisma akan menimbulkan perdarahan otak  akan sehingga terjadi edema serebri yang dapat menekan pembuluh darah sehingga terjadi di hipoksia lalu iskemik  dan bila terjadi lama maka akan infark dan akhirnya kematian jaringan.

  1. Tanda dan Gejala
-          Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi bagian tubuh)
-          Paralisis
-          Gangguan komunikasi (aphasia)
-          Keterbatasan lapang pandang
-          Kesulitan menelan (dispagia)
-          Inkontinensia urine
-          Pusing, tidak nafsu makan, mual, muntah.

  1. Pemeriksaan Diagnostik
a.       CT Scan (Computerized Tomography Scan)
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
b.      MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik
c.       Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke seperti: perdarahan.
d.      EEG (Electro Encephalogram)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
e.       Pungsi Lumbal
Menunjukkan adanya tekanan, biasanya ada trombosis, emboli serebral dan TIA.

  1. Komplikasi
a.       Hipoksia serebral karena terjadi sebagai akibat dari oksigen yang ke otak tidak adekuat
b.      Edema cerebri: karena adanya infark di otak menyebabkan Na+ dalam cairan ekstrasel terdepolarisasi masuk ke intrasel sehingga menarik cairan ke intra sel yang mengakibatkan terjadinya edema serebri.
c.       Disritmia jantung: irama jantung terganggu karena adanya sumbatan di otak.

  1. Terapi dan Pengelolaan Medik
a.       Terapi kortikosteroid
b.      Diuretika: untuk mengurangi edema.
c.       Antikoagulan: mencegah terjadinya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
d.      Pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
e.       Pemberian nutrisi dan cairan intravena yang adekuat.
f.       Istirahat tirah baring.
  

B.     KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
  1. Pengkajian
a.       Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
-          Riwayat hipertensi, DM, penyakit DM.
-          Riwayat CVD sebelumnya
-          Merokok
b.      Pola nutrisi metabolik
-          Anoreksia
-          Mual
-          Muntah
-          Dispagia (kesulitan menelan)
-          Gangguan pengecapan dan menelan
c.       Pola eliminasi
-          Inkontinensia urine dan alvi
-          Oliguri
-          Konstipasi
d.      Pola aktivitas dan latihan
-          Gangguan tonus otot (spastik)
-          Kehilangan koordinasi keseimbangan
-          Hemiparesis
-          Hemiplegia
e.       Pola tidur dan istirahat
-          Sulit tidur
f.       Pola persepsi kognitif
-          Kehilangan memori
-          Gangguan bicara
-          Nyeri/sakit kepala, kaku kuduk
-       Gangguan fungsi sensori penglihatan, penghiduan, pendengaran, perabaan, pengecapan.
g.      Pola persepsi dan konsep diri
-          Perubahan kepribadian dan emosi
-          Rendah diri
-          Cemas
h.      Pola peran dan hubungan dengan sesama
-          Emosi labil
-          Perubahan tingkah laku dan peran
i.        Pola reproduksi seksualitas
-          Perubahan pola hubungan seksual
j.        Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
-          Depresi
-          Penyangkalan terhadap penyakit
-          Cara mengatasi masalah
k.      Pola sistem nilai kepercayaan
-          Ketidakmampuan penatalaksanaan ibadah

  1. Diagnosa Keperawatan
a.       Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak.
b.      Resiko terjadinya aspirasi berhubungan dengan kelemahan/paralisis otot.
c.       Gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan/paralisis otot menelan.
d.      Perubahan eliminasi: urine berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol urin.
e.       Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan.
f.       Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan sebagian tubuh.
g.      Gangguan harga diri berhubungan dengan kehilangan fungsi peran.
h.      Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan aphasia.
i.        Ketidakefektifan manajemen terapeutik berhubungan dengan kurangnya informasi.

  1. Perencanaan Keperawatan
DP.1.   Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak.
HYD:  Klien tidak mengalami peningkatan TIK, tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran, tidak mengeluh sakit kepala, stabilnya atau meningkatnya nilai GCS.
Intervensi:
a.       Monitor tanda-tanda adanya peningkatan TIK tiap jam.
R/  Peningkatan TIK menyebabkan terganggunya perfusi jaringan serebral.
b.      Kaji tanda-tanda delirium dan gelisah.
R/  Sebagai indikator adanya peningkatan TIK.
c.       Observasi TTV (S, N, TD, HR).
R/  Indikator yang menunjukkan gangguan sirkulasi.
d.      Observasi status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal.
R/  Menunjukkan perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK.
e.       Tinggikan kepala 30oC.
R/  Meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral dan mengurangi resiko peningkatan TIK.
f.       Berikan istirahat/tirah baring.
R/  Aktivitas berlebih dapat meningkatkan TIK.
g.      Cegah mengeja saat defekasi.
R/  Defekasi dapat merangsang terjadinya valsava manuver dapat meningkatkan TIK dan memperbesar resiko perdarahan.
h.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi antikoagulasi.
R/  Meningkatkan dan memperbaiki aliran darah serebral dan mencegah terjadinya trombus.

DP.2.   Gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan/paralisis otot menelan.
HYD:  -    Klien dapat menelan dan tidak tersedak.
-          Intake makan meningkat
Intervensi:
a.       Kaji kemampuan pasien dalam menelan.
R/  Mengetahui sejauh mana pasien dapat menelan.
b.      Beri posisi duduk saat makan atau sesudah makan + 30 menit.
R/  Mencegah aspirasi.
c.       Berikan makan dalam porsi kecil.
R/  Stimulus untuk latihan menelan.
d.      Periksa rongga mulut sesudah pasien.
R/  Mencegah terkumpulnya makanan di rongga mulut.
e.       Berikan makan lunak.
R/  Mempermudah dalam menelan.
f.       Kolaborasi dengan petugas gizi untuk pemberian diit yang sesuai.
R/  Menentukan diit yang sesuai dengan pasien.

DP.2.   Resiko terjadinya aspirasi berhubungan dengan kelemahan/ paralisis otot.
HYD:  -      Tidak ada tanda dan gejala aspirasi
-          Mampu menelan makanan dan minuman tanpa tersedak.
Intervensi:
a.       Kaji tingkat kemampuan pasien untuk menelan.
R/  Menentukan intervensi keperawatan selanjutnya.
b.      Berikan perawatan oral setelah makan.
R/  Menjaga kebersihan mulut.
c.       Berikan posisi duduk atau setengah duduk ketika makan dan 30 menit setelah makan.
R/  Merupakan teknik gravitasi untuk mencegah terjadinya aspirasi.
d.      Ajarkan pasien untuk menggigit makanan sedikit demi sedikit dan meletakkan di bagian mulut yang tidak lumpuh.
R/  Menstimulasi kemampuan menelan dan menghindari terjadinya aspirasi.
e.       Konsultasikan dengan ahli diit kebutuhan akan perubahan makanan/ minuman bila diperlukan.
R/  Kolaborasi dalam merencanakan asuhan keperawatan untuk diit yang tepat.

DP.3.   Perubahan eliminasi: urine berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol urin.
HYD:  Urine dalam keadaan normal + 1500 cc/hari.
Intervensi:
a.       Kaji adanya inkontinensia urine.
R/  Menentukan intervensi selanjutnya.
b.      Kaji warna dan jumlah urine tiap hari.
R/  Mendeteksi adanya infeksi.
c.       Anjurkan minum 2000 cc/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/  Meningkatkan jumlah urine.
d.      Rawat kateter tiap hari bila pasien menggunakan kateter.
R/  Mencegah timbulnya infeksi.

DP.4.   Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan.
HYD:  -     Klien dapat mobilisasi secara bertahap.
-          Klien dapat menggerakkan ekstremitas yang mengalami kelemahan secara bertahap.
Intervensi:
a.       Berikan latihan ROM pada ekstremitas sejak awal.
R/  Mempertahankan tonus otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur.
b.      Ubah posisi tiap 2 jam.
R/  Mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit.
c.       Beri sokongan pada ekstremitas.
R/  Mencegah terjadinya kontraktur.
d.      Anjurkan klien melakukan latihan ROM sendiri selama 15-30 menit bila memungkinkan.
R/  Mencegah kekakuan otot.
e.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi relaksasi otot, antispasmodik sesuai indikasi, seperti baklofen, dan trolen.
R/  Diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.

DP.5.   Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan sebagian tubuh.
HYD:  Klien dapat melakukan perawatan diri secara bertahap.
Intervensi:
a.       Kaji tingkat kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
R/  Mengetahui kebutuhan klien yang perlu bantuan.
b.      Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan seperti: mandi, makan, BAK, BAB, berpakaian.
R/  Membantu kebutuhan dasar pasien sesuai kemampuannya.
c.       Dekatkan alat-alat bantu dan peralatan yang biasa dipakai klien.
R/  Klien dapat menjangkau dengan mudah.
d.      Pasang hek tempat tidur klien.
R/  Mencegah terjadinya cidera.
e.       Berikan umpan balik positif untuk usaha yang dilakukan klien.
R/  Meningkatkan kemandirian dan mendorong pasien untuk berusaha secara kontinu.

DP.6.   Gangguan harga diri berhubungan dengan kehilangan fungsi peran.
HYD:  -     Klien dapat berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi.
-          Klien mampu mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri.
Intervensi:
a.       Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuan.
R/  Penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam menyusun perencanaan asuhan keperawatan.
b.      Identifikasi arti dari kehilangan/disfungsi perubahan pada pasien.
R/  Respon klien berbeda bisa efektif dan tidak efektif.
c.       Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
R/  Mengidentifikasikan terhadap penerimaan/penolakan klien terhadap keadaannya.
d.      Gunakan teknik mendengarkan pada saat bersama klien.
R/  Menunjukkan perhatian kepada klien.
e.       Kolaborasi ke psikolog bila klien mengalami gangguan jiwa karena keadaannya.
R/  Psikolog dapat memberikan bantuan penuh terhadap gangguan jiwa klien.

DP.7.   Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan aphasia.
HYD:  -     Klien dapat memahami komunikasi dengan orang lain.
-          Klien dapat menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Intervensi:
a.       Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi secara verbal.
R/  Mengetahui tingkat kemampuan klien untuk bicara.
b.      Beri dukungan klien untuk aktif berkomunikasi secara verbal.
R/  Melatih dan mengembalikan minat bicara secara bertahap.
c.       Anjurkan keluarga/orang terdekat untuk mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan klien.
R/  Mengurangi isolasi sosial klien dan menciptakan komunikasi yang efektif.
d.      Berdiri di depan klien saat berbicara.
R/  Membantu klien untuk dapat membaca gerakan bibir dan tangan perawat untuk memperlancar komunikasi.
e.       Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan cepat.
R/  Nada tinggi dapat merusak fungsi telinga dan menimbulkan pasien marah.
f.       Kolaborasi dengan ahli terapi wicara.
R/  Membantu klien latihan wicara.

DP.8.   Ketidakefektifan manajemen terapeutik berhubungan dengan kurangnya informasi.
HYD:  -     Klien mampu mendemonstrasikan latihan gerak secara aktif dan pasif.
-          Mampu mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan aturan terapeutik.
Intervensi:
a.       Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga.
R/  Menentukan intervensi/tindakan selanjutnya.
b.      Berikan penjelasan kepada klien/keluarga tentang proses penyakit, perawatan, diet dan obat.
R/  Klien dan keluarga dapat merawat selama di rumah.
c.       Jelaskan tentang pentingnya pengobatan lanjutan di rumah dan kontrol teratur.
R/  Mencegah penyakit berulang dan tambah parah.
d.      Jelaskan ke klien tentang latihan aktif dan pasif.
R/  Mencegah kekakuan otot ekstremitas.

  1. Perencanaan Pulang
a.       Anjurkan pasien untuk tidak merokok dan minum minuman beralkohol.
b.      Anjurkan pasien untuk menggunakan koping mekanisme adaptif dalam menangani stres.
c.       Anjurkan pasien untuk mematuhi diitnya.
d.      Jelaskan ke pasien dan keluarga tentang penyakit yaitu penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, perawatan selama di rumah.
e.       Anjurkan keluarga untuk ikut serta dalam merawat pasien selama di rumah.
f.       Anjurkan pasien untuk ikut kelompok/wadah penderita stroke.
g.      Jelaskan pada keluarga dan pasien tanda-tanda stroke berulang.



DAFTAR PUSTAKA


Brunner and Suddarth.(2001). Textbook of Medical Surgical Nursing . Alih Bahasa: dr.Andry Hartono (2002)  Keperawatan Medikal Bedah . Edisi 8 Volume 3. Jakarta . EGC

Doengoes Marilynn E. (1993). Nursing Care Plan,Guidelnes for Planning and Documenting Patient Care. Alih Bahasa: I Made Kariasa SKp (1993). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta EGC

Guyton & Hall. (1996). Textbook Of Medical Physiologi. Alih Bahasa: dr.Irawati Setiawan(1996). Fisilogi Kedokteran. Jakarta .EGC

Hardjasaputra Purwanto(2002). Data Obat Indonesia Edisi 10. Jakarta.Grafidian Medipress.
Http://www.Kompas.com/ Kesehatan Kompas. Stroke Hilangkan Waktu Produktif, Senin 11Juli 2005.

Ignativisius D.Donna VB.Marilynn (2002). Medical Surgical Nursing Assesment and Management fo rContinuity of Care. Fifth Edition . Philadelphia. W.B Saunders Company.

Iskadar J.Dr. (2002). Pencegahan Dan Pengobatan Stroke. Jakarta. PT. Buana     Ilmu Populer.

Lewis,Sharon Mantik (2002). Medical Surgical Assesment And Managementof Clinical Problems, Fifth Edition .Mosby Inc.

Luckman and Sorensens (1993). Medical Surgical Nursing a Psychophysiologic Approach. Fifth Edition. W.B Saunders Company.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar