Cerebrovascular Disease/CVD/Stroke
Setiap manusia pasti mendambakan kesehatan sepanjang
hidupnya, baik kesehatan fisik dan psikis. Karena perubahan gaya hidup
masyarakat modern seperti makan makanan siap saji (fast food), makan tinggi
lemak/ kolesterol, kebiasaan minum minuman beralkohol, merokok mengakibatkan
timbulnya berbagai macam penyakit.
Cerebrovascular Disease/CVD/Stroke merupakan salah
satu penyakit pembunuh ketiga setelah penyakit infeksi dan jantung koroner.
Selain itu stroke merupakan penyebab kecacatan terbanyak pada kelompok usia
dewasa. Jumlah penderita stroke di Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun, dari data dasar rumah sakit terdapat 63,52 per 100.000 penduduk pada
kelompok usia di atas 65 tahun menderita stroke, secara kasar tiap hari dua
orang di Indonesia terkena serangan stroke (http/www.Kompas.com/ Kesehatan
Kompas, Stroke Hilangkan Waktu Produktif, Senin 11 Juli 2005). Para penderita
stroke tidak hanya memerlukan biaya tinggi untuk pengobatan maupun rehabilitasi
namun terancam kehilangan waktu produktifnya. CVD biasanya akibat/kelanjutan
dari penyakit-penyakit sebelumnya seperti DM, Hipertensi.
Di sini peran perawat sangat diperlukan untuk
mengurangi jumlah penderita CVD dengan cara memberikan penyuluhan “mengenai CVD
tentang penyebab, tanda gejala, faktor-faktor orang yang beresiko terkena CVD,
komplikasi, perawatan pada pasien CVD, maupun cara mencegah terjadinya CVD
berulang. Oleh karena itu peran perawat melalui home care sangat dibutuhkan di
keluarga-keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita CVD. Selain itu
pendampingan secara fisik dan psikologis dari keluarga sangat diperlukan oleh
pasien sendiri dalam menjalani hidup.
KONSEP DASAR MEDIK
- Definisi
Cerebrovascular Disease adalah: gangguan yang
mempengaruhi aliran darah ke otak dan dapat mengakibatkan gangguan neurologik.
(Lewis, 2000, hal. 1645).
Cerebrovascular Disease adalah: kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
(Brunner and Suddarth, 2002, hal. 2131).
- Klasifikasi
CVD/Stroke umumnya dibagi dalam 2 golongan yaitu:
a. Stroke perdarahan
b. Stroke non perdarahan
- Anatomi Fisiologi
Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla
spinalis dan saraf perifer. Otak dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu cerebrum,
cerebellum dan batang otak, semua berada dalam satu bagian struktur tulang
disebut tengkorak yang melindungi dari cidera. Empat tulang yang berhubungan
membentuk tulang tengkorak yaitu tulang frontal, parietal, temporal dan
oksipital. Meningen terletak di bawah tengkorak, komposisi meningen berupa
jaringan serabut penghubung yang melindungi, mendukung dan memelihara otak.
Meningen terdiri dari duramater, arakhnoid dan
piamater.
Ø
Duramater merupakan lapisan paling luar, menutup
otak dan medula spinalis. Sifat duramater liat, tebal, tidak elastis, berupa
serabut dan berwarna abu-abu.
Ø
Arakhnoid merupakan membran bagian tengah,
membran yang bersifat tipis dan lembut ini
menyerupai sarang laba-laba, membran ini berwarna putih karena tidak
dialiri darah.
Ø
Piamater merupakan membran paling dalam berupa
dinding yang tipis, transparan yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan.
Serebrum
terdiri dari dua hemisfer yaitu kiri dan kanan, empat lobus yaitu:
Ø
Lobus frontal berfungsi mengontrol perilaku
individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
Ø
Lobus parietal merupakan lobus sensori berfungsi
menginterpretasikan sensasi, berfungsi mengatur individu mampu mengetahui
posisi dan letak bagian tubuhnya.
Ø
Lobus temporal berfungsi menginterpretasikan
sensasi kecap, bau, pendengaran dan ingatan jangka pendek.
Ø
Lobus oksipital bertanggung jawab
menginterpretasikan penglihatan
Batang otak terletak di fosa anterior terdiri dari
otak tengah, pons dan medula oblongata, otak tengah merupakan bagian jalur
sensorik dan motorik juga sebagai pusat pendengaran dan penglihatan. Pons di
depan serebelum antara otak tengah dan medula yang berisi jaras sensorik dan
motorik. Medula oblongata berguna untuk meneruskan serabut motorik dari otak ke
medula spinalis dan sebaliknya. Serebelum terletak pada fosa posterior yang
berfungsi merangsang dan menghambat koordinasi dan gerakan halus.
Sirkulasi willisi terletak di dasar otak di sekitar
kelenjar hipofisis berbentuk lingkaran arteri dari rangkaian arteri karotis
internal. Arteri ini secara langsung mempengaruhi sirkulasi anterior dan
posterior, sirkulus willisi memberi rute alternatif pada aliran darah jika ada
arteri yang fungsinya terganggu. Aliran vena untuk otak tidak menyertai
sirkulasi arteri sebagaimana pada struktur organ lain.
- Etiologi
-
Trombosis
-
Emboli
-
Perdarahan (Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan
Subarahnoid)
Faktor Resiko
Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan resiko CVD:
-
Gaya hidup
·
Konsumsi alkohol
·
Merokok
·
Obesitas
·
Makan makanan berkadar lemak tinggi
·
Penggunaan obat-obatan dan narkotika.
-
Kondisi patologis
·
Cardiac disease
·
DM
·
Hipertensi
·
Anemia
·
Migrain/sakit kepala hebat
- Patofisiologi
* Trombus
Timbunan / kumpulan plak lemak
yang menempel pada pembuluh darah akan mengganggu aliran darah bila
terjadi diotak maka akan menyebabkan aterosklerosis pembuluh darah sehingga
akan mengakibatkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke otak bila dalam
waktu yang lama maka akan mengakibatkan iskemik dan akhirnya infark dan terjadi
kematian jaringan otak.
* Emboli.
Emboli yaitu lepasnya plak lemak, udara, pada pembuluh darah yang akan
mengikuti aliran darah hingga sampai pada otak dan akan menempel pada pembuluh
darah di otak. Bila terjadi pada pembuluh darah kecil akan menimbulkan
sumbatan, Gejala muncul tergantung dari daerah yang disuplai oleh pembuluh
darah tersebut.
* Hemoragi Intraserrebral.
Pecah pembuluh darah akan menekan
jaringan otak dan menurunkan aliran darah sehingga terjadi iskemi dan akhirnya
infark.
* Hemoragi Subarakhnoid.
Aneurisma akan menimbulkan perdarahan otak akan sehingga terjadi edema serebri yang
dapat menekan pembuluh darah sehingga terjadi di hipoksia lalu iskemik dan bila terjadi lama maka akan infark dan
akhirnya kematian jaringan.
- Tanda dan Gejala
-
Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi bagian tubuh)
-
Paralisis
-
Gangguan komunikasi (aphasia)
-
Keterbatasan lapang pandang
-
Kesulitan menelan (dispagia)
-
Inkontinensia urine
-
Pusing, tidak nafsu makan, mual, muntah.
- Pemeriksaan Diagnostik
a.
CT Scan (Computerized Tomography Scan)
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
b.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik
c.
Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke seperti: perdarahan.
d.
EEG (Electro Encephalogram)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
e.
Pungsi Lumbal
Menunjukkan adanya tekanan, biasanya ada trombosis, emboli serebral dan
TIA.
- Komplikasi
a.
Hipoksia serebral karena terjadi sebagai akibat dari
oksigen yang ke otak tidak adekuat
b.
Edema cerebri: karena adanya infark di otak menyebabkan
Na+ dalam cairan ekstrasel terdepolarisasi masuk ke intrasel
sehingga menarik cairan ke intra sel yang mengakibatkan terjadinya edema
serebri.
c.
Disritmia jantung: irama jantung terganggu karena
adanya sumbatan di otak.
- Terapi dan Pengelolaan Medik
a.
Terapi kortikosteroid
b.
Diuretika: untuk mengurangi edema.
c.
Antikoagulan: mencegah terjadinya trombosis atau embolisasi
dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
d.
Pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
e.
Pemberian nutrisi dan cairan intravena yang adekuat.
f.
Istirahat tirah baring.
B.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
- Pengkajian
a.
Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
-
Riwayat hipertensi, DM, penyakit DM.
-
Riwayat CVD sebelumnya
-
Merokok
b.
Pola nutrisi metabolik
-
Anoreksia
-
Mual
-
Muntah
-
Dispagia (kesulitan menelan)
-
Gangguan pengecapan dan menelan
c.
Pola eliminasi
-
Inkontinensia urine dan alvi
-
Oliguri
-
Konstipasi
d.
Pola aktivitas dan latihan
-
Gangguan tonus otot (spastik)
-
Kehilangan koordinasi keseimbangan
-
Hemiparesis
-
Hemiplegia
e.
Pola tidur dan istirahat
-
Sulit tidur
f.
Pola persepsi kognitif
-
Kehilangan memori
-
Gangguan bicara
-
Nyeri/sakit kepala, kaku kuduk
- Gangguan fungsi sensori penglihatan, penghiduan,
pendengaran, perabaan, pengecapan.
g.
Pola persepsi dan konsep diri
-
Perubahan kepribadian dan emosi
-
Rendah diri
-
Cemas
h.
Pola peran dan hubungan dengan sesama
-
Emosi labil
-
Perubahan tingkah laku dan peran
i.
Pola reproduksi seksualitas
-
Perubahan pola hubungan seksual
j.
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
-
Depresi
-
Penyangkalan terhadap penyakit
-
Cara mengatasi masalah
k.
Pola sistem nilai kepercayaan
-
Ketidakmampuan penatalaksanaan ibadah
- Diagnosa Keperawatan
a.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke otak.
b.
Resiko terjadinya aspirasi berhubungan dengan
kelemahan/paralisis otot.
c.
Gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan/paralisis
otot menelan.
d.
Perubahan eliminasi: urine berhubungan dengan
ketidakmampuan mengontrol urin.
e.
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan.
f.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
sebagian tubuh.
g.
Gangguan harga diri berhubungan dengan kehilangan
fungsi peran.
h.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan aphasia.
i.
Ketidakefektifan manajemen terapeutik berhubungan
dengan kurangnya informasi.
- Perencanaan Keperawatan
DP.1. Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak.
HYD: Klien tidak mengalami peningkatan TIK, tidak
terjadi penurunan tingkat kesadaran, tidak mengeluh sakit kepala, stabilnya
atau meningkatnya nilai GCS.
Intervensi:
a.
Monitor tanda-tanda adanya peningkatan TIK tiap jam.
R/ Peningkatan TIK menyebabkan terganggunya
perfusi jaringan serebral.
b.
Kaji tanda-tanda delirium dan gelisah.
R/ Sebagai indikator adanya peningkatan TIK.
c.
Observasi TTV (S, N, TD, HR).
R/ Indikator yang menunjukkan gangguan sirkulasi.
d.
Observasi status neurologis dan bandingkan dengan
keadaan normal.
R/ Menunjukkan perubahan tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK.
e.
Tinggikan kepala 30oC.
R/ Meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral dan
mengurangi resiko peningkatan TIK.
f.
Berikan istirahat/tirah baring.
R/ Aktivitas berlebih dapat meningkatkan TIK.
g.
Cegah mengeja saat defekasi.
R/ Defekasi dapat merangsang terjadinya valsava
manuver dapat meningkatkan TIK dan memperbesar resiko perdarahan.
h.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
antikoagulasi.
R/ Meningkatkan dan memperbaiki aliran darah
serebral dan mencegah terjadinya trombus.
DP.2. Gangguan menelan berhubungan dengan
kelemahan/paralisis otot menelan.
HYD: -
Klien dapat menelan dan tidak tersedak.
-
Intake makan meningkat
Intervensi:
a.
Kaji kemampuan pasien dalam menelan.
R/ Mengetahui sejauh mana pasien dapat menelan.
b.
Beri posisi duduk saat makan atau sesudah makan +
30 menit.
R/ Mencegah aspirasi.
c.
Berikan makan dalam porsi kecil.
R/ Stimulus untuk latihan menelan.
d.
Periksa rongga mulut sesudah pasien.
R/ Mencegah terkumpulnya makanan di rongga mulut.
e.
Berikan makan lunak.
R/ Mempermudah dalam menelan.
f.
Kolaborasi dengan petugas gizi untuk pemberian diit
yang sesuai.
R/ Menentukan diit yang sesuai dengan pasien.
DP.2. Resiko terjadinya aspirasi berhubungan dengan
kelemahan/ paralisis otot.
HYD: - Tidak
ada tanda dan gejala aspirasi
-
Mampu menelan makanan dan minuman tanpa tersedak.
Intervensi:
a.
Kaji tingkat kemampuan pasien untuk menelan.
R/ Menentukan intervensi keperawatan selanjutnya.
b.
Berikan perawatan oral setelah makan.
R/ Menjaga kebersihan mulut.
c.
Berikan posisi duduk atau setengah duduk ketika makan
dan 30 menit setelah makan.
R/ Merupakan teknik gravitasi untuk mencegah
terjadinya aspirasi.
d.
Ajarkan pasien untuk menggigit makanan sedikit demi
sedikit dan meletakkan di bagian mulut yang tidak lumpuh.
R/ Menstimulasi kemampuan menelan dan menghindari
terjadinya aspirasi.
e.
Konsultasikan dengan ahli diit kebutuhan akan perubahan
makanan/ minuman bila diperlukan.
R/ Kolaborasi dalam merencanakan asuhan
keperawatan untuk diit yang tepat.
DP.3. Perubahan eliminasi: urine berhubungan dengan
ketidakmampuan mengontrol urin.
HYD: Urine dalam keadaan normal + 1500
cc/hari.
Intervensi:
a.
Kaji adanya inkontinensia urine.
R/ Menentukan intervensi selanjutnya.
b.
Kaji warna dan jumlah urine tiap hari.
R/ Mendeteksi adanya infeksi.
c.
Anjurkan minum 2000 cc/hari bila tidak ada
kontraindikasi.
R/ Meningkatkan jumlah urine.
d.
Rawat kateter tiap hari bila pasien menggunakan
kateter.
R/ Mencegah timbulnya infeksi.
DP.4. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan
kelemahan.
HYD: -
Klien dapat mobilisasi secara bertahap.
-
Klien dapat menggerakkan ekstremitas yang mengalami
kelemahan secara bertahap.
Intervensi:
a.
Berikan latihan ROM pada ekstremitas sejak awal.
R/ Mempertahankan tonus otot, meningkatkan
sirkulasi dan mencegah kontraktur.
b.
Ubah posisi tiap 2 jam.
R/ Mencegah terjadinya kerusakan integritas
kulit.
c.
Beri sokongan pada ekstremitas.
R/ Mencegah terjadinya kontraktur.
d.
Anjurkan klien melakukan latihan ROM sendiri selama
15-30 menit bila memungkinkan.
R/ Mencegah kekakuan otot.
e.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
relaksasi otot, antispasmodik sesuai indikasi, seperti baklofen, dan trolen.
R/ Diperlukan untuk menghilangkan spastisitas
pada ekstremitas yang terganggu.
DP.5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan sebagian tubuh.
HYD: Klien dapat melakukan perawatan diri secara
bertahap.
Intervensi:
a.
Kaji tingkat kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
R/ Mengetahui kebutuhan klien yang perlu bantuan.
b.
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan seperti: mandi,
makan, BAK, BAB, berpakaian.
R/ Membantu kebutuhan dasar pasien sesuai
kemampuannya.
c.
Dekatkan alat-alat bantu dan peralatan yang biasa
dipakai klien.
R/ Klien dapat menjangkau dengan mudah.
d.
Pasang hek tempat tidur klien.
R/ Mencegah terjadinya cidera.
e.
Berikan umpan balik positif untuk usaha yang dilakukan
klien.
R/ Meningkatkan kemandirian dan mendorong pasien
untuk berusaha secara kontinu.
DP.6. Gangguan harga diri berhubungan dengan
kehilangan fungsi peran.
HYD: - Klien dapat berkomunikasi dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi.
-
Klien mampu mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri.
Intervensi:
a.
Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan
derajat ketidakmampuan.
R/ Penentuan faktor-faktor secara individu
membantu dalam menyusun perencanaan asuhan keperawatan.
b.
Identifikasi arti dari kehilangan/disfungsi perubahan
pada pasien.
R/ Respon klien berbeda bisa efektif dan tidak
efektif.
c.
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
R/ Mengidentifikasikan terhadap
penerimaan/penolakan klien terhadap keadaannya.
d.
Gunakan teknik mendengarkan pada saat bersama klien.
R/ Menunjukkan perhatian kepada klien.
e.
Kolaborasi ke psikolog bila klien mengalami gangguan
jiwa karena keadaannya.
R/ Psikolog dapat memberikan bantuan penuh
terhadap gangguan jiwa klien.
DP.7. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
aphasia.
HYD: - Klien dapat memahami komunikasi dengan
orang lain.
-
Klien dapat menggunakan bahasa isyarat untuk
berkomunikasi.
Intervensi:
a.
Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi secara verbal.
R/ Mengetahui tingkat kemampuan klien untuk
bicara.
b.
Beri dukungan klien untuk aktif berkomunikasi secara
verbal.
R/ Melatih dan mengembalikan minat bicara secara
bertahap.
c.
Anjurkan keluarga/orang terdekat untuk mempertahankan
usahanya untuk berkomunikasi dengan klien.
R/ Mengurangi isolasi sosial klien dan
menciptakan komunikasi yang efektif.
d.
Berdiri di depan klien saat berbicara.
R/ Membantu klien untuk dapat membaca gerakan
bibir dan tangan perawat untuk memperlancar komunikasi.
e.
Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan cepat.
R/ Nada tinggi dapat merusak fungsi telinga dan
menimbulkan pasien marah.
f.
Kolaborasi dengan ahli terapi wicara.
R/ Membantu klien latihan wicara.
DP.8. Ketidakefektifan manajemen terapeutik
berhubungan dengan kurangnya informasi.
HYD: - Klien mampu mendemonstrasikan latihan gerak
secara aktif dan pasif.
-
Mampu mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan
aturan terapeutik.
Intervensi:
a.
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga.
R/ Menentukan intervensi/tindakan selanjutnya.
b.
Berikan penjelasan kepada klien/keluarga tentang proses
penyakit, perawatan, diet dan obat.
R/ Klien dan keluarga dapat merawat selama di
rumah.
c.
Jelaskan tentang pentingnya pengobatan lanjutan di
rumah dan kontrol teratur.
R/ Mencegah penyakit berulang dan tambah parah.
d.
Jelaskan ke klien tentang latihan aktif dan pasif.
R/ Mencegah kekakuan otot ekstremitas.
- Perencanaan Pulang
a.
Anjurkan pasien untuk tidak merokok dan minum minuman
beralkohol.
b.
Anjurkan pasien untuk menggunakan koping mekanisme
adaptif dalam menangani stres.
c.
Anjurkan pasien untuk mematuhi diitnya.
d.
Jelaskan ke pasien dan keluarga tentang penyakit yaitu
penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, perawatan selama di rumah.
e.
Anjurkan keluarga untuk ikut serta dalam merawat pasien
selama di rumah.
f.
Anjurkan pasien untuk ikut kelompok/wadah penderita
stroke.
g.
Jelaskan pada keluarga dan pasien tanda-tanda stroke
berulang.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner and Suddarth.(2001). Textbook of Medical Surgical Nursing
. Alih Bahasa: dr.Andry Hartono (2002) Keperawatan Medikal Bedah .
Edisi 8 Volume 3. Jakarta . EGC
Doengoes Marilynn E. (1993). Nursing Care Plan,Guidelnes for Planning
and Documenting Patient Care. Alih Bahasa: I Made Kariasa SKp (1993). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta EGC
Guyton & Hall. (1996). Textbook
Of Medical Physiologi. Alih Bahasa: dr.Irawati Setiawan(1996). Fisilogi Kedokteran. Jakarta
.EGC
Hardjasaputra Purwanto(2002). Data Obat Indonesia Edisi 10.
Jakarta.Grafidian Medipress.
Http://www.Kompas.com/
Kesehatan Kompas. Stroke Hilangkan
Waktu Produktif, Senin 11Juli 2005.
Ignativisius D.Donna VB.Marilynn
(2002). Medical Surgical Nursing
Assesment and Management fo rContinuity of Care. Fifth Edition .
Philadelphia. W.B Saunders Company.
Iskadar J.Dr. (2002). Pencegahan Dan Pengobatan Stroke.
Jakarta. PT. Buana Ilmu Populer.
Lewis,Sharon Mantik (2002). Medical Surgical Assesment And
Managementof Clinical Problems, Fifth Edition .Mosby Inc.
Luckman and Sorensens (1993). Medical Surgical Nursing a
Psychophysiologic Approach. Fifth Edition. W.B Saunders Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar