Sabtu, 31 Mei 2014

Fraktur Cruris



KONSEP DASAR MEDIK
1.      DEFINISI
Fraktur adalah rusak atau terputusnya kontinuitas tulang ( Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth ).
Cruris adalah tungkai bawah dari lutut sampai kaki ( Kamus Saku Kedokteran Dorland ).
Fraktur Cruris adalah fraktur yang terjadi pada tungkai bawah.
Klasifikasi fraktur :
a.             Fraktur tertutup adalah fraktur yang bersih tanpa komplikasi
b.            Fraktur terbuka adalah laserasi pada jaringan lunak menyebabkan ujung patahan tulang terpapar lewat luka yang dapat terkontaminasi oleh benda asing.
c.             Fraktur kominutiva adalah fraktur dengan fragmen lebih dari dua.
d.            Greenstick fraktur adalah fraktur tidak sempurna dimana kortex tulang sebagian masih utuh dan sering terjadi pada anak-anak.
e.             Fraktur impresi adalah fraktur yang terjadi pada tulang pipih dimana kekerasan langsung mendorong bagian tulang masuk kedalam.
f.             Fraktur impakta adalah salah satu ujung patahan tulang masuk kedalam ujung lainnya dan terjepit.
g.            Fraktur patologis adalah fraktur yang didasari adanya penyakit yang melemahkan tulang.

2.      ANATOMI FISIOLOGI
Tulang merupakan struktur padat yang hidup, karena terdiri atas sel-sel dan jaringan tulang. Permukaan tulang terbungkus oleh periosteum atau selaput pembungkus tulang yang merupakan lapisan jaringan ikat dan banyak mengandung serabut- serabut saraf. Struktur tulang terdiri atas bagian yang padat atau pars kompakta dan bagian yang berongga- rongga. Bagian yang berongga terdiri atas pars spongiosa ( yang berongga kecil ) dan medulla tulang ( yang berongga besar ). Yang berongga kecil berisi sumsum tulang merah, tempat pembuatan sel- sel darah dan trombosit. Sedangkan medulla tulang berisi jaringan lemak dan berwarna kekuningan. Tulang juga dibagi menurut bagian tengah atau diafisis dan bagian ujung (epififis). Batas epifisis dan diafisis merupakan  zona pertumbuhan tulang.                                      Lutut.
Pada lutut terdapat patella sebagai tempurung lutut atau tulang sesamoid yang berkembang didalam tendo otot kuadrisep extensor. Apex patella meruncing kebawah. Letaknya didepan sendi lutut, tetapi tidak ikut serta didalamnya. Otot yang menggerakkan daerah lutut adalah muskulus quadrisep femoris dan yang mempersarafi daerah lutut adalah nervus femoralis. Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah arteri poplitea. Fungsi patella untuk menjaga posisi ketika sedang flexi dan melindungi tulang lutut.
Tibia
Tulang tibia merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan lateral. Kondil disebelah belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk dalam persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar kebawah menjadi maleolus medial. Tibia membuat sendi dengan 3 tulang yaitu femur, fibula dan talus. Muskulus peroneus dan muskulus tibialis anterior yangmengatur pergerakan pada tulang tibia dan membuat gerakan dorso-fleksi. Begitu pula dengan nervus yang mempersarafinya adalah nervus peroneus dan nervus tibialis. Sedangkan pembuluh darah yang memperdarahinya adalah arteri tibialis posterior dan anterior. Tulang tibia bersama otot yang disekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha keatas dan mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat berdiri dan beraktifitas.
Fibula
Tulang fibula adalah tulang betis yang berada disebelah lateral tungkai bawah. Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang sebelah luar dari tibia tapi tidak ikut dalam formasi lutut. Ujung bawah memanjang menjadi maleolus lateralis. Seperti tibia, arteri yang memperdarahinya adalah arteri tibialis posterior. Dan otot-otot yang terdapat pada daerah betis adalah muskulus gastroknemius dan muskulus soleus pada sisi posterior serta muskulus peroneus dan tibialis anterior pada sisi anterior. Nervus  peroneus dan tibialis juga mempesarafi daerah sekitar tulang fibula ini.                           
Tarsal
Tulang tarsal berjumlah 7, yang secara kolektif disebut tarsus. Tulang kalkaneus adalah tulang terbesar dari telapak kaki. Dari sebelah belakang tulang tersebut membentuk tumit. Fungsi dari tulang kalkaneus ketika berdiri dalam keadaan normal berat tubuh dipindahkan dari tibia ke tulang talus yang kemudian ditransfer ke tulang kalkaneus. Tulang ini juga memberi kaitan pada otot besar dari betis dengan perantaraan tendo Achilles. Disebelah atas tulang kalkaneus bersendi dengan tulang talus. Talus merupaka titik tertinggi dari telapak kaki yang mendukung tibia dan bersendi dengan maleolus dari fibula. Didepan tulang talus terletak tulang navicular, yang bersendi dengan tulang talus dan kuneiformis. Tulang kuneiformis terdiri dari 3 buah tulang yaitu kuneiformis medial, intermedia dan lateral sesuai dari posis ke 3 tulang tersebut. Sebelah distal dari tulang kuboid dan kuneiformis juga bersendi dengan tulang-tulang metatarsal dari kaki. Tulang tarsus ini membentuk kaki yang diperdarahi oleh arteri dorsalis pedis dan digerakkan oleh tendo dari muskulus gastroknemius dan tendo Achilles untuk melakukan gerakan plantar fleksi.
Metatarsal
Tulang metatarsal berjumlah 5. Tulang metatarsal I-III bersendi dengantulang kuneiformis, sedangkan yang IV dan V bersendi dengan kuboid. Dan sebelah distal dari tulang metatarsal bersendi dengan proximal falang. Falang II-V terdiri atas 3 bagian yaitu falang proximal,medial dan distal. Sedangkan falang I terdiri atas proximal dan distal. Dibawah tulang metatarsal terdapat lengkungan longitudinal dan lengkungan transversal dimana ketika dalam posisi berdiri seluruh berat tubuh dipindahkan pada kedua lengkugan ini. Ligamen dan tendo memelihara lengkungan ini dengan mengikat kalkaneus dengan bagian distal dari tulang metatarsal. Secara keseluruhan tulang-tulang metatarsal dan tarsus membentuk kaki yang digerakkan oleh tendo Achilles dan tendo muskulus gastroknemius dan diperdarahi juga oleh arteri dorsalis pedis.

3.      ETIOLOGI
Penyebab paling umum dari fraktur cruris adalah :
a.       Trauma atau benturan keras
b.      Kerapuhan struktur tulang akibat gangguan atau penyakit primer seperti osteoporosis.
  
4.      MANIFESTASI KLINIK
a.       Nyeri
b.      Edema
c.       Deformitas
d.      Lunak
e.       Spasme otot
f.       Ecchimosis
g.      Gangguan fungsi dan pergerakan
h.      Krepitasi

5.      PATOFISIOLOGI
Kontinuitas tulang yang terputus menyebabkan robekan pada periosteum dan jaringan lunak disekitar tulang. Kerusakan pada jaringan menyebabkan terputusnya pembuluh darah sehingga menyebabkan edema karena terkumpulnya darah dibawah jaringan. Akibatnya suplai darah mengalami gangguan pada tulang dan jaringan sekitar. Sehingga penyembuhan menjadi lambat dan dapat mengakibatkan nekrose pada jaringan dan tulang. Jika patahan tulang menembus arteri dapat mengakibatkan perdarahan hebat, yang akhirnya dapat mengakibatkan syok karena hilangnya cairan extra sel lebih banyak. Robekan pada arteri juga mengakibatkan globula lemak masuk kedalam aliran darah karena tekanan sumsum tulang, sehingga dapat menjadi emboli lemak. Patahan tulang yang menembus jaringan lunak juga dapat mengakibatkan rusaknya jaringan saraf perifer, sehingga timbul nyeri. Lebih jauh lagi akan mengakibatkan baal pada anggota tubuh dimana tulang tersebut berada. Otot-otot juga mengalami kontraksi sehingga tidak mampu untuk melakukan gerakan-gerakan yang akibatnya hilang fungsi extremitas.

6.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Yang terutama untuk menegakkan diagnosa pada fraktur adalah X-ray. Jika diagnosa sudah ditegakkan dan ada indikasi untuk dilakukan tindakan medik  maka pemeriksaan diagnostik selanjutnya adalah :
a.       Darah lengkap
b.      Golongan darah
c.       MPPP
d.      Serum elektrolit

7.      KOMPLIKASI
a.       Syok
b.      Infeksi
c.       Nekrose
d.      Emboli lemak
e.       Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

8.      PENANGANAN MEDIK
Ada 3 macam tindakan medik dalam mengatasi fraktur, yaitu :
a.       Traksi, terdiri atas skin traksi dan skeletal traksi.
b.      Gips
c.       Pembedahan, seperti : ORIF, close reduction dan amputasi.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
a.      Pre Operasi
1)      Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
§  Riwayat trauma
§  Riwayat penyakit DM
§  Riwayat penyakit jantung dan paru-paru
§  Adanya kegiatan yang berisiko cedera
2)      Pola Nutrisi dan Metabolik
§  Gangguan nafsu makan karena nyeri
§  Perdarahan
3)      Pola Latihan dan Aktifitas
§  Jenis pekerjaan
§  Kebiasaan berolahraga
§  Gangguan pergerakan
§  Perubahan bentuk
4)      Pola Tidur dan Istirahat
§  Tidur terganggu kaena nyeri
5)      Pola Persepsi Sensori dan Kognitif
§  Nyeri
§  Kelemahan anggota gerak
§  Baal
§  Kesemutan
6)      Pola Persepsi dan Konsep Diri
§  Putus asa
§  Merasa tidak berharga
7)      Pola Hubungan peran
§  Merasa tidak berdaya
§  Merasa tidak mampu menjalankan kewajiban untuk penuhi kebutuhan keluarga
8)      Pola Seksual dan Produksi
§  Kuatir tidak dapat memenuhi kebutuhan terhadap pasangannya
9)      Pola mekanisme Koping dan Toleransi terhadap stres
§  Expresi wajah sedih
§  Tidak bergairah
§  Merasa asing dengan rumah sakit
10)  Pola Nilai dan Kepercayaan
§  Menganggap cedera adalah hukuman Tuhan

b.      Post Operasi
1)      Pola Nutrisi dan Metabolik
§    Pembesaran kelenjar limfe
§    Demam
§    Pus pada luka amputasi
§    Penyembuhan luka amputasi
§    Gangguan nafsu makan karena nyeri
2)      Pola Latihan dan Aktifitas
§    Gangguan mobilitas karena amputasi
3)      Pola Tidur dan Istirahat
§    Tidur terganggu karena nyeri
4)      Pola Persepsi Sensori dan Kognitif
§    Nyeri tungkai yang diamputasi
§    Sakit kepala
§    Kurang pemahaman tentang perawatan luka amputasi
5)      Pola Hubungan Peran
§    Merasa tidak berdaya untuk penuhi kebutuhan keluarga
6)      Pola Konsep Diri dan Persepsi Sensori
§    Sedih.
§    Berduka karena hilangnya anggota badan
§    Putus asa
7)      Pola Sexual dan Reproduksi
§    Merasa tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pasangan
8)      Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stres
§    Expresi wajah sedih
§    Tidak menerima kondisi tubuh saat ini

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.      Pre Operasi
1)            Resiko tinggi disfungsi saraf  perifer b.d kompresi pada pembuluh saraf
2)            Nyeri b.d edema, pergerakan fragmen tulang
3)            Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit
4)            Gangguan berjalan b.d ketidakefektifan dalam menggunakan kruk yang dimanifestasikan dengan ketidakmampuan bergerak bebas.
5)            Emboli lemak b.d patahnya tulang panjang

b.      Post Operasi
1)            Nyeri b.d amputasi
2)            Gangguan body image b.d amputasi bagian tubuh
3)            Gangguan mobilisasi fisik b.d amputasi bedah
4)            Kerusakan integritas kulit b.d amputasi

3.      RENCANA KEPERAWATAN
a.       Pre Operasi
DP1) Resiko tinggi disfungsi saraf perifer b.d kompresi pada pembuluh saraf
HYD : Fungsi saraf kembali normal
Intervensi:
1)            Kaji tanda dan gejala dari disfungsi jaringan saraf seperti nyeri parastesia, kelemahan dan nyeri pada saat bergerak pasif.
R/ Untuk dapat mengenal lebih awal dan memberi intervensi yang tepat
2)            Naikkan extremitas diatas batas jantung
R/ Menurunkan edema dengan mengetahui kembali sirkulasi darah ke jantung.
3)            Berikan kompres es sesuai pesanan
R/ Mengurangi edema dan beri kenyamanan
4)            Segera beritahu dokter jika pasien mengeluh nyeri
R/ Mengindikasikan kerusakan pembuluh saraf
5)            Ajarkan pasien tanda-tanda dari disfungsi pembuluh saraf perifer
R/ Mengikut sertakan pasien dalam perawatan
DP2) Nyeri b.d edema, pergerakan fragmen tulang
HYD : Nyeri berkurang/ tidak ada nyeri
Intervensi :
1)            Periksa posisi dari extremitas yang patah
R/ Mengurangi nyeri dan menghindari salah letak pada tulang
2)            Kaji sisi yang mengalami tekanan oleh karena imobilisasi
R/ Menghindari kulit dan pembuluh saraf terluka
3)            Gunakan skala nyeri
R/ Untuk mengkaji nyeri dan keefektifan dari intervensi
4)            Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic
R/ Menghilangkan nyeri dan meningkatkan relaksasi otot.
5)            Naikkan extremitas dan kompres es
R/ Menurunkan edema dan beri kenyamanan
DP3) Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit
HYD : Tidak terjadi infeksi pada luka
Intervensi :
1)            Kaji fraktur dan perubahan warna kulit
R/ Indikator terjadi infeksi
2)            Gunakan tehnik aseptic saat merawat luka atatu mengganti verband.
R/ Mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan terpapar infeksi
3)            Monitor suhu setiap 2 jam
R/ Kenaikan suhu dapat mengindikasikan adanya sepsis.
4)            Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam pemeriksaan pada luka yang diduga infeksi.
R/ Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi
5)            Kolaborasi dengan dkter dalam pemberaian antibiotika
R/ Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi
DP4) Resiko kerusakan integritas kulit b.d imobilisasi
HYD : Tidak didapat kulit yang rusak
Intervensi :
1)            Periksa area yang potensial mengalami tekanan setiap 4 jam.
R/ Mengkaji kondisi dari kulit
2)            Ganti posisi tiap 2 jam
R/ Menurunkan tekanan pada tulang
3)            Anjurkan pasien untuk tidak memasukkan benda asing kedalam bidai.
R/ Menyebabkan perlukaan pada jaringan
DP5) Emboli lemak b.d fraktur tulang
HYD : Melakukan dengan tepat intervensi medik dan intervensi keperawatan.
Intervensi :
1)            Monitor perubahan status mental yang disebabkan oleh hypoxemia,chest pain, konfusi, agitasi, tacypnea dan cyanosis.
R/ Mengikutsertakan identifikasi alasan dan melaporkan ke dokter.
2)            Jika perlu beri oksigen
3)            Imobilisasi pada tulang yang patah
R/ Menurunkan dari terjadi emboli lemak
4)            Berikan bantuan pernafasan darurat saat diperlukan.
R/ Menghindari henti nafas.
b.      Post Operasi
DP1) Nyeri b.d amputasi
HYD : Nyeri berkurang sampa dengan hilang
Intevensi :
1)            Kaji intensitas nyeri
R/ Untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat 
2)            Kaji tanda-tanda vital
R/ Mengetahui secara dini perubahan keadaan umum pasien
3)            Berikan kompres hangat pada tungkai sisa dari amputasi.
R/ Memberikan kenyamanan pada pasien.
4)            Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetika.
R/ Mengurangi nyeri
DP2) Gangguan body image b.d amputasi anggota tubuh.
HYD : Pasien dapat menerima gambaran citra tubuh
Intervensi :
1)            Ciptakan suasana penerimaan dan dukungan pada pasien.
R/ Pasien dapat mengexpresikan perasaannya.
2)            Dorong pasien untuk melihat, merasakan, dan melakukan perawatan pada sisa tungkai.
R/ Kebutuhan dan sumber daya pasien diidentifikasi untuk memfasilitasi rehabilitasi.
3)            Bantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan yang baru.
R/ Agar pasien dapat berorientasi pada tujuan rehabilitasi dan fungsi.
4)            Dorong pasien untuk mengexpresikan perasaannya
R/ Untuk mengkaji bagaimana pasien menghadapi  kehilangan dan proses bersedih.
DP3) Gangguan mobilisasi fisik b.d amputasi tungkai bawah.
HYD : Mengembalikan mobilisasi fisik
Intervensi :
1)            Latih pasien dalam extensi dan flexi lengan
R/ Otot extensor lengan dan otot bahu harus diperkuat karena punya peranan penting saat berjalan dengan tongkat.
2)            Lakukan dorongan, sementara dalam posisi terlentang dan sit-up ketika akan duduk.
R/ Memperkuat otot trisep.
3)            Hindari abduksi, rotasi external dan flexi extremitas bawah.
R/ Mencegah terjadi kontraktur panggul dan lutut.
4)            Dorong pasien untuk mengganti posisi dari satu sisi ke sisi lain.
R/ Meregangkan otot flexor dan mencegah kontraksi flexi pada panggul.
5)            Letakkan bantal dibawah abdomen dan sisa tungkai.
R/ Mencegah kontraktur flexi pada pinggul
DP4) Kerusakan integritas kulit b.d amputasi
HYD : Tidak terjadi infeksi dan mempercepat penyembuhan luka.
Intervensi :
1)            Gunakan tehnik aseptik saat mengganti balutan
R/ Mencegah infeksi luka dan osteomielitis.
2)            Kaji tingkat kerusakan kulit
R/ Untuk memberikan intervensi yang tepat
3)            Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat untuk penyembuhan.
R/ Nutrisi yang adekuat membantu mempercepat penyembuhan.
4)            Kolaborasi dengan dokter dalam penggunaan antibiotika
R/ Mencegah terjadi infeksi.

4.      DISCHARGE PLANNING
a.       Beri penyuluhan kepada pasien tentang cara merawat diri serta    keluarga diberi penyuluhan tentang cara menjadi bagian dari rumah sakit.
b.      Pasien harus tahu tentang cara meningkatkan penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mengenali tanda-tanda komplikasi serta bagaimana harus menghubungi tenaga kesehatan jika terjadi komplikasi.
c.       Bantu pasien untuk memahami bahwa penyembuhan luka amputasi memerlukan waktu yang cukup lama.

5.      PROSES KEHILANGAN ( GRIEF )
Menurut Dr. Elisabeth Kubler Rose ada 5 fase dalam proses kehilangan  yaitu :
1)      Denial
2)      Anger
3)      Bargaining
4)      Depresi
5)      Acceptance
Menurut Dr. Colin Murray-Parks ada 4 fase proses kehilangan :
1)      Numbness
2)      Yearning
3)      Despair
4)      Reorganization.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar