KONSEP DASAR MEDIK
1. DEFINISI
Fraktur adalah rusak atau terputusnya kontinuitas tulang (
Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth ).
Cruris adalah tungkai bawah dari lutut sampai kaki ( Kamus
Saku Kedokteran Dorland ).
Fraktur Cruris adalah fraktur yang terjadi pada tungkai
bawah.
Klasifikasi
fraktur :
a.
Fraktur tertutup adalah fraktur
yang bersih tanpa komplikasi
b.
Fraktur terbuka adalah laserasi
pada jaringan lunak menyebabkan ujung patahan tulang terpapar lewat luka yang
dapat terkontaminasi oleh benda asing.
c.
Fraktur kominutiva adalah fraktur
dengan fragmen lebih dari dua.
d.
Greenstick fraktur adalah fraktur
tidak sempurna dimana kortex tulang sebagian masih utuh dan sering terjadi pada
anak-anak.
e.
Fraktur impresi adalah fraktur
yang terjadi pada tulang pipih dimana kekerasan langsung mendorong bagian
tulang masuk kedalam.
f.
Fraktur impakta adalah salah satu
ujung patahan tulang masuk kedalam ujung lainnya dan terjepit.
g.
Fraktur patologis adalah fraktur
yang didasari adanya penyakit yang melemahkan tulang.
2. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang merupakan struktur padat yang
hidup, karena terdiri atas sel-sel dan jaringan tulang. Permukaan tulang
terbungkus oleh periosteum atau selaput pembungkus tulang yang merupakan
lapisan jaringan ikat dan banyak mengandung serabut- serabut saraf. Struktur
tulang terdiri atas bagian yang padat atau pars kompakta dan bagian yang
berongga- rongga. Bagian yang berongga terdiri atas pars spongiosa ( yang
berongga kecil ) dan medulla tulang ( yang berongga besar ). Yang berongga
kecil berisi sumsum tulang merah, tempat pembuatan sel- sel darah dan
trombosit. Sedangkan medulla tulang berisi jaringan lemak dan berwarna
kekuningan. Tulang juga dibagi menurut bagian tengah atau diafisis dan bagian
ujung (epififis). Batas epifisis dan diafisis merupakan zona pertumbuhan tulang. Lutut.
Pada lutut terdapat patella sebagai tempurung lutut atau
tulang sesamoid yang berkembang didalam tendo otot kuadrisep extensor. Apex
patella meruncing kebawah. Letaknya didepan sendi lutut, tetapi tidak ikut
serta didalamnya. Otot yang menggerakkan daerah lutut adalah muskulus quadrisep
femoris dan yang mempersarafi daerah lutut adalah nervus femoralis. Pembuluh
darah yang memperdarahinya adalah arteri poplitea. Fungsi patella untuk menjaga
posisi ketika sedang flexi dan melindungi tulang lutut.
Tibia
Tulang tibia merupakan kerangka yang utama dari tungkai
bawah. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan lateral. Kondil
disebelah belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk dalam
persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar kebawah menjadi maleolus
medial. Tibia membuat sendi dengan 3 tulang yaitu femur, fibula dan talus.
Muskulus peroneus dan muskulus tibialis anterior yangmengatur pergerakan pada
tulang tibia dan membuat gerakan dorso-fleksi. Begitu pula dengan nervus yang
mempersarafinya adalah nervus peroneus dan nervus tibialis. Sedangkan pembuluh
darah yang memperdarahinya adalah arteri tibialis posterior dan anterior.
Tulang tibia bersama otot yang disekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh
dari paha keatas dan mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan tubuh pada
saat berdiri dan beraktifitas.
Fibula
Tulang fibula adalah tulang betis yang berada disebelah
lateral tungkai bawah. Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian
belakang sebelah luar dari tibia tapi tidak ikut dalam formasi lutut. Ujung
bawah memanjang menjadi maleolus lateralis. Seperti tibia, arteri yang
memperdarahinya adalah arteri tibialis posterior. Dan otot-otot yang terdapat
pada daerah betis adalah muskulus gastroknemius dan muskulus soleus pada sisi
posterior serta muskulus peroneus dan tibialis anterior pada sisi anterior.
Nervus peroneus dan tibialis juga
mempesarafi daerah sekitar tulang fibula ini.
Tarsal
Tulang tarsal berjumlah 7, yang secara kolektif disebut
tarsus. Tulang kalkaneus adalah tulang terbesar dari telapak kaki. Dari sebelah
belakang tulang tersebut membentuk tumit. Fungsi dari tulang kalkaneus ketika
berdiri dalam keadaan normal berat tubuh dipindahkan dari tibia ke tulang talus
yang kemudian ditransfer ke tulang kalkaneus. Tulang ini juga memberi kaitan
pada otot besar dari betis dengan perantaraan tendo Achilles. Disebelah atas
tulang kalkaneus bersendi dengan tulang talus. Talus merupaka titik tertinggi
dari telapak kaki yang mendukung tibia dan bersendi dengan maleolus dari
fibula. Didepan tulang talus terletak tulang navicular, yang bersendi dengan
tulang talus dan kuneiformis. Tulang kuneiformis terdiri dari 3 buah tulang
yaitu kuneiformis medial, intermedia dan lateral sesuai dari posis ke 3 tulang
tersebut. Sebelah distal dari tulang kuboid dan kuneiformis juga bersendi
dengan tulang-tulang metatarsal dari kaki. Tulang tarsus ini membentuk kaki
yang diperdarahi oleh arteri dorsalis pedis dan digerakkan oleh tendo dari
muskulus gastroknemius dan tendo Achilles untuk melakukan gerakan plantar
fleksi.
Metatarsal
Tulang metatarsal berjumlah 5. Tulang metatarsal I-III
bersendi dengantulang kuneiformis, sedangkan yang IV dan V bersendi dengan
kuboid. Dan sebelah distal dari tulang metatarsal bersendi dengan proximal
falang. Falang II-V terdiri atas 3 bagian yaitu falang proximal,medial dan
distal. Sedangkan falang I terdiri atas proximal dan distal. Dibawah tulang
metatarsal terdapat lengkungan longitudinal dan lengkungan transversal dimana
ketika dalam posisi berdiri seluruh berat tubuh dipindahkan pada kedua
lengkugan ini. Ligamen dan tendo memelihara lengkungan ini dengan mengikat
kalkaneus dengan bagian distal dari tulang metatarsal. Secara keseluruhan
tulang-tulang metatarsal dan tarsus membentuk kaki yang digerakkan oleh tendo
Achilles dan tendo muskulus gastroknemius dan diperdarahi juga oleh arteri
dorsalis pedis.
3. ETIOLOGI
Penyebab
paling umum dari fraktur cruris adalah :
a.
Trauma atau benturan keras
b.
Kerapuhan struktur tulang akibat
gangguan atau penyakit primer seperti osteoporosis.
4. MANIFESTASI KLINIK
a.
Nyeri
b.
Edema
c.
Deformitas
d.
Lunak
e.
Spasme otot
f.
Ecchimosis
g.
Gangguan fungsi dan pergerakan
h.
Krepitasi
5. PATOFISIOLOGI
Kontinuitas tulang yang terputus menyebabkan robekan pada
periosteum dan jaringan lunak disekitar tulang. Kerusakan pada jaringan
menyebabkan terputusnya pembuluh darah sehingga menyebabkan edema karena
terkumpulnya darah dibawah jaringan. Akibatnya suplai darah mengalami gangguan
pada tulang dan jaringan sekitar. Sehingga penyembuhan menjadi lambat dan dapat
mengakibatkan nekrose pada jaringan dan tulang. Jika patahan tulang menembus
arteri dapat mengakibatkan perdarahan hebat, yang akhirnya dapat mengakibatkan
syok karena hilangnya cairan extra sel lebih banyak. Robekan pada arteri juga
mengakibatkan globula lemak masuk kedalam aliran darah karena tekanan sumsum
tulang, sehingga dapat menjadi emboli lemak. Patahan tulang yang menembus
jaringan lunak juga dapat mengakibatkan rusaknya jaringan saraf perifer,
sehingga timbul nyeri. Lebih jauh lagi akan mengakibatkan baal pada anggota
tubuh dimana tulang tersebut berada. Otot-otot juga mengalami kontraksi
sehingga tidak mampu untuk melakukan gerakan-gerakan yang akibatnya hilang
fungsi extremitas.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Yang
terutama untuk menegakkan diagnosa pada fraktur adalah X-ray. Jika diagnosa
sudah ditegakkan dan ada indikasi untuk dilakukan tindakan medik maka pemeriksaan diagnostik selanjutnya
adalah :
a.
Darah lengkap
b.
Golongan darah
c.
MPPP
d.
Serum elektrolit
7. KOMPLIKASI
a.
Syok
b.
Infeksi
c.
Nekrose
d.
Emboli lemak
e.
Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC)
8. PENANGANAN MEDIK
Ada 3
macam tindakan medik dalam mengatasi fraktur, yaitu :
a.
Traksi, terdiri atas skin traksi
dan skeletal traksi.
b.
Gips
c.
Pembedahan, seperti : ORIF, close
reduction dan amputasi.
1. PENGKAJIAN
a. Pre Operasi
1) Pola Persepsi dan
Pemeliharaan Kesehatan
§ Riwayat trauma
§ Riwayat penyakit DM
§ Riwayat penyakit jantung dan paru-paru
§ Adanya kegiatan yang berisiko cedera
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
§ Gangguan nafsu makan karena nyeri
§ Perdarahan
3) Pola Latihan dan Aktifitas
§ Jenis pekerjaan
§ Kebiasaan berolahraga
§ Gangguan pergerakan
§ Perubahan bentuk
4) Pola Tidur dan Istirahat
§ Tidur terganggu kaena nyeri
5) Pola Persepsi Sensori dan
Kognitif
§ Nyeri
§ Kelemahan anggota gerak
§ Baal
§ Kesemutan
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
§ Putus asa
§ Merasa tidak berharga
7) Pola Hubungan peran
§ Merasa tidak berdaya
§ Merasa tidak mampu menjalankan kewajiban untuk penuhi kebutuhan
keluarga
8) Pola Seksual dan Produksi
§ Kuatir tidak dapat memenuhi kebutuhan terhadap pasangannya
9) Pola mekanisme Koping dan
Toleransi terhadap stres
§ Expresi wajah sedih
§ Tidak bergairah
§ Merasa asing dengan rumah sakit
10) Pola Nilai dan Kepercayaan
§ Menganggap cedera adalah hukuman Tuhan
b. Post Operasi
1) Pola Nutrisi dan Metabolik
§ Pembesaran kelenjar limfe
§ Demam
§ Pus pada luka amputasi
§ Penyembuhan luka amputasi
§ Gangguan nafsu makan karena nyeri
2) Pola Latihan dan Aktifitas
§ Gangguan mobilitas karena amputasi
3) Pola Tidur dan Istirahat
§ Tidur terganggu karena nyeri
4) Pola Persepsi Sensori dan
Kognitif
§ Nyeri tungkai yang diamputasi
§ Sakit kepala
§ Kurang pemahaman tentang perawatan luka amputasi
5) Pola Hubungan Peran
§ Merasa tidak berdaya untuk penuhi kebutuhan keluarga
6) Pola Konsep Diri dan Persepsi
Sensori
§ Sedih.
§ Berduka karena hilangnya anggota badan
§ Putus asa
7) Pola Sexual dan Reproduksi
§ Merasa tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pasangan
8) Pola Mekanisme Koping dan
Toleransi terhadap Stres
§ Expresi wajah sedih
§ Tidak menerima kondisi tubuh saat ini
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre Operasi
1)
Resiko tinggi disfungsi saraf perifer b.d kompresi pada pembuluh saraf
2)
Nyeri b.d edema, pergerakan
fragmen tulang
3)
Resiko infeksi b.d kerusakan
integritas kulit
4)
Gangguan berjalan b.d
ketidakefektifan dalam menggunakan kruk yang dimanifestasikan dengan
ketidakmampuan bergerak bebas.
5)
Emboli lemak b.d patahnya tulang
panjang
b. Post Operasi
1)
Nyeri b.d amputasi
2)
Gangguan body image b.d amputasi
bagian tubuh
3)
Gangguan mobilisasi fisik b.d amputasi
bedah
4)
Kerusakan integritas kulit b.d
amputasi
a.
Pre Operasi
DP1) Resiko tinggi disfungsi saraf perifer b.d kompresi
pada pembuluh saraf
HYD : Fungsi saraf kembali normal
Intervensi:
1)
Kaji tanda dan gejala dari
disfungsi jaringan saraf seperti nyeri parastesia, kelemahan dan nyeri pada
saat bergerak pasif.
R/ Untuk dapat mengenal lebih awal dan memberi intervensi
yang tepat
2)
Naikkan extremitas diatas batas
jantung
R/ Menurunkan edema dengan mengetahui kembali sirkulasi
darah ke jantung.
3)
Berikan kompres es sesuai pesanan
R/ Mengurangi edema dan beri kenyamanan
4)
Segera beritahu dokter jika pasien
mengeluh nyeri
R/ Mengindikasikan kerusakan pembuluh saraf
5)
Ajarkan pasien tanda-tanda dari
disfungsi pembuluh saraf perifer
R/ Mengikut sertakan pasien dalam perawatan
DP2)
Nyeri b.d edema, pergerakan fragmen tulang
HYD
: Nyeri berkurang/ tidak ada nyeri
Intervensi
:
1)
Periksa posisi dari extremitas
yang patah
R/ Mengurangi nyeri dan menghindari salah letak pada tulang
2)
Kaji sisi yang mengalami tekanan
oleh karena imobilisasi
R/ Menghindari kulit dan pembuluh saraf terluka
3)
Gunakan skala nyeri
R/ Untuk mengkaji nyeri dan keefektifan dari intervensi
4)
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgesic
R/ Menghilangkan nyeri dan meningkatkan relaksasi otot.
5)
Naikkan extremitas dan kompres es
R/ Menurunkan edema dan beri kenyamanan
DP3) Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit
HYD : Tidak terjadi infeksi pada luka
Intervensi :
1)
Kaji fraktur dan perubahan warna
kulit
R/ Indikator terjadi infeksi
2)
Gunakan tehnik aseptic saat
merawat luka atatu mengganti verband.
R/ Mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan terpapar
infeksi
3)
Monitor suhu setiap 2 jam
R/ Kenaikan suhu dapat mengindikasikan adanya sepsis.
4)
Kolaborasi dengan petugas
laboratorium dalam pemeriksaan pada luka yang diduga infeksi.
R/ Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi
5)
Kolaborasi dengan dkter dalam
pemberaian antibiotika
R/ Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi
DP4) Resiko kerusakan integritas kulit b.d imobilisasi
HYD : Tidak didapat kulit yang rusak
Intervensi :
1)
Periksa area yang potensial
mengalami tekanan setiap 4 jam.
R/ Mengkaji kondisi dari kulit
2)
Ganti posisi tiap 2 jam
R/ Menurunkan tekanan pada tulang
3)
Anjurkan pasien untuk tidak
memasukkan benda asing kedalam bidai.
R/ Menyebabkan perlukaan pada jaringan
DP5) Emboli lemak b.d fraktur tulang
HYD : Melakukan dengan tepat intervensi medik dan
intervensi keperawatan.
Intervensi :
1)
Monitor perubahan status mental
yang disebabkan oleh hypoxemia,chest pain, konfusi, agitasi, tacypnea dan
cyanosis.
R/ Mengikutsertakan identifikasi alasan dan melaporkan ke
dokter.
2)
Jika perlu beri oksigen
3)
Imobilisasi pada tulang yang patah
R/ Menurunkan dari terjadi emboli lemak
4)
Berikan bantuan pernafasan darurat
saat diperlukan.
R/ Menghindari henti nafas.
b.
Post Operasi
DP1) Nyeri b.d amputasi
HYD : Nyeri berkurang sampa dengan hilang
Intevensi :
1)
Kaji intensitas nyeri
R/ Untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat
2)
Kaji tanda-tanda vital
R/ Mengetahui secara dini perubahan keadaan umum pasien
3)
Berikan kompres hangat pada
tungkai sisa dari amputasi.
R/ Memberikan kenyamanan pada pasien.
4)
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgetika.
R/ Mengurangi nyeri
DP2) Gangguan body image b.d amputasi anggota tubuh.
HYD : Pasien dapat menerima gambaran citra tubuh
Intervensi :
1)
Ciptakan suasana penerimaan dan
dukungan pada pasien.
R/ Pasien dapat mengexpresikan perasaannya.
2)
Dorong pasien untuk melihat,
merasakan, dan melakukan perawatan pada sisa tungkai.
R/ Kebutuhan dan sumber daya pasien diidentifikasi untuk
memfasilitasi rehabilitasi.
3)
Bantu pasien untuk menyesuaikan
diri dengan kebutuhan yang baru.
R/ Agar pasien dapat berorientasi pada tujuan rehabilitasi
dan fungsi.
4)
Dorong pasien untuk mengexpresikan
perasaannya
R/ Untuk mengkaji bagaimana pasien menghadapi kehilangan dan proses bersedih.
DP3) Gangguan mobilisasi fisik b.d amputasi tungkai bawah.
HYD : Mengembalikan mobilisasi fisik
Intervensi :
1)
Latih pasien dalam extensi dan
flexi lengan
R/ Otot extensor lengan dan otot bahu harus diperkuat
karena punya peranan penting saat berjalan dengan tongkat.
2)
Lakukan dorongan, sementara dalam
posisi terlentang dan sit-up ketika akan duduk.
R/ Memperkuat otot trisep.
3)
Hindari abduksi, rotasi external
dan flexi extremitas bawah.
R/ Mencegah terjadi kontraktur panggul dan lutut.
4)
Dorong pasien untuk mengganti
posisi dari satu sisi ke sisi lain.
R/ Meregangkan otot flexor dan mencegah kontraksi flexi
pada panggul.
5)
Letakkan bantal dibawah abdomen
dan sisa tungkai.
R/ Mencegah kontraktur flexi pada pinggul
DP4) Kerusakan integritas kulit b.d amputasi
HYD : Tidak terjadi infeksi dan mempercepat penyembuhan
luka.
Intervensi
:
1)
Gunakan tehnik aseptik saat
mengganti balutan
R/ Mencegah infeksi luka dan osteomielitis.
2)
Kaji tingkat kerusakan kulit
R/ Untuk memberikan intervensi yang tepat
3)
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian diit yang tepat untuk penyembuhan.
R/ Nutrisi yang adekuat membantu mempercepat penyembuhan.
4)
Kolaborasi dengan dokter dalam
penggunaan antibiotika
R/ Mencegah terjadi infeksi.
4.
DISCHARGE PLANNING
a.
Beri penyuluhan kepada pasien
tentang cara merawat diri serta
keluarga diberi penyuluhan tentang cara menjadi bagian dari rumah sakit.
b.
Pasien harus tahu tentang cara
meningkatkan penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mengenali tanda-tanda
komplikasi serta bagaimana harus menghubungi tenaga kesehatan jika terjadi
komplikasi.
c.
Bantu pasien untuk memahami bahwa
penyembuhan luka amputasi memerlukan waktu yang cukup lama.
5.
PROSES KEHILANGAN ( GRIEF )
Menurut Dr. Elisabeth Kubler Rose ada 5 fase dalam proses
kehilangan yaitu :
1)
Denial
2)
Anger
3)
Bargaining
4)
Depresi
5)
Acceptance
Menurut Dr. Colin Murray-Parks ada 4 fase
proses kehilangan :
1)
Numbness
2)
Yearning
3)
Despair
4)
Reorganization.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar