CIDERA MEDULA SPINALIS
I. PENGERTIAN
Cidera
medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh
benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001)
Cidera
medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang mengakibatkan
gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai
:
- komplet
(kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
- tidak
komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Cidera
medullan spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah
servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan
apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum
alat pernafasan mekanik dapat digunakan.
II. ETIOLOGI
Penyebab dari cidera medulla
spinalis yaitu :
- kecelakaan
otomobil, industri
- terjatuh,
olah-raga, menyelam
- luka
tusuk, tembak
- tumor
III. PATOFISIOLOGI
Kerusakan
medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien sembuh sempurna)
sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla, (lebih salah satu
atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla (membuat pasien
paralisis).
Bila
hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum
terjadi kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu,
tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi
pada cidera medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder
kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Cidera medulla spinalis dapat
terjadi pada lumbal 1-5
- Lesi 11
– 15 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian
dari bokong.
- Lesi L2
: ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
- Lesi L3
: Ekstremitas bagian bawah.
- Lesi L4
: Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
- Lesi L5
: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
IV. MANIFESTASI KLINIS
-
nyeri akut
pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
-
paraplegia
-
tingkat neurologik
-
paralisis
sensorik motorik total
-
kehilangan
kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
-
penurunan
keringat dan tonus vasomoto
-
penurunan
fungsi pernafasan
-
gagal nafas
(Diane C. Baughman, 200 : 87)
V. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK
- Sinar
X spinal
Menentukan lokasi dan jenis
cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan
traksi atau operasi
- Skan
ct
Menentukan tempat luka /
jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
- MRI
Mengidentifikasi adanya
kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
- Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna
spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai
adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan
dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
- Foto
ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada diafragma,
atelektasis)
- Pemeriksaan
fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi maksimal
khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada trauma
torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
- GDA :
Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
(Marilyn E. Doengoes, 1999 ;
339 – 340)
VI. KOMPLIKASI
- Neurogenik
shock.
- Hipoksia.
- Gangguan
paru-paru
- Instabilitas
spinal
- Orthostatic
Hipotensi
- Ileus
Paralitik
- Infeksi
saluran kemih
- Kontraktur
- Dekubitus
- Inkontinensia
blader
- Konstipasi
VII. PENATALAKSANAAN CEDERA MEDULA SPINALIS
Tujuan penatalaksanaan adalah
untuk mencegah cedera medula spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi
gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan
pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
Farmakoterapi
Berikan steroid dosis tinggi
(metilpredisolon) untuk melawan edema medela.
Tindakan Respiratori
1. Berikan
oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2. Terapkan
perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau eksistensi
leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3. Pertimbangan
alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien dengan lesi
servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal
1. Cedera
medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan stabilisasi
koluma vertebrata.
2. Kurangi
fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi
skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3. Gantung
pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila :
1. Deformitas
tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2. Terdapat
ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3. Cedera
terjadi pada region lumbar atau torakal
4. Status
Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi
atau dekompres medulla.
(Diane C. Braughman, 2000 ;
88-89)
VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak
efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan kelemahan /paralisis
otot-otot abdomen dan intertiostal dan ketidakmampuan untuk membersihkan
sekresi.
2. Kerusakan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik dan sesorik.
3. Resiko
terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan
immobilitas, penurunan sensorik.
4. Retensi
urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih secara spontan.
5. Konstipasi
berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan autonomik.
6. Nyeri
yang berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, cedera psikis dan alt
traksi
(Diane C. Boughman, 2000 : 90)
IX. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
Tujuan perencanaan dan
implementasi dapat mencakup perbaikan pola pernapasan, perbaikan mobilitas,
pemeliharaan integritas kulit, menghilangkan retensi urine, perbaikan fungsi
usus, peningkatan rasa nyaman, dan tidak terdapatnya komplikasi.
INTERVENSI
1. Tujuan
: Meningkatkan pernapasan yang adekuat
Kriteria
hasil : Batuk efektif, pasien mampu mengeluarkan seket, bunyi napas normal,
jalan napas bersih, respirasi normal, irama dan jumlah pernapasan, pasien,
mampu melakukan reposisi, nilai AGD : PaO2 > 80 mmHg, PaCO2
= 35-45 mmHg, PH = 7,35 – 7,45
Rencana Tindakan
a. Kaji
kemampuan batuk dan reproduksi sekret
R/
Hilangnya kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen berpengaruh terhadap
kemampuan batuk.
b. Pertahankan
jalan nafas (hindari fleksi leher, brsihkan sekret)
R/ Menutup jalan nafas.
c. Monitor
warna, jumlah dan konsistensi sekret, lakukan kultur
R/ Hilangnya refleks batuk
beresiko menimbulkan pnemonia.
d. Lakukan
suction bila perlu
R/ Pengambilan secret dan
menghindari aspirasi.
e. Auskultasi
bunyi napas
R/ Mendeteksi adanya sekret
dalam paru-paru.
f. Lakukan
latihan nafas
R/ mengembangkan alveolu dan
menurunkan prosuksi sekret.
g. Berikan
minum hangat jika tidak kontraindikasi
R/ Mengencerkan sekret
h. Berikan
oksigen dan monitor analisa gas darah
R/ Meninghkatkan
suplai oksigen dan mengetahui kadar olsogen dalam darah.
i. Monitor
tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi
R/ Mendeteksi adanya infeksi
dan status respirasi.
2. Tujuan
: Memperbaiki mobilitas
Kriteria
Hasil : Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur,
footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit /kompensasi,
mendemonstrasikan teknik /perilaku yang memungkinkan melakukan kembali
aktifitas.
Rencana
Tindakan
a. Kaji
fungsi-fungsi sensori dan motorik pasien setiap 4 jam.
R/ Menetapkan kemampuan dan
keterbatasan pasien setiap 4 jam.
b. Ganti
posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan kenyamanan
pasien.
R/ Mencegah terjadinya
dekubitus.
c. Beri
papan penahan pada kaki
R/ Mencegah terjadinya foodrop
d. Gunakan
otot orthopedhi, edar, handsplits
R/ Mencegah terjadinya
kontraktur.
e. Lakukan
ROM Pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5 kali /hari
R/ Meningkatkan stimulasi dan
mencehag kontraktur.
f. Monitor
adanya nyeri dan kelelahan pada pasien.
R/ Menunjukan adanya aktifitas
yang berlebihan.
g. Konsultasikan
kepada fisiotrepi untuk latihan dan penggunaan otot seperti splints
R/ Memberikan pancingan yang
sesuai.
3. Tujuan
: Mempertahankan Intergritas kulit
Kriteria
Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan, bebas dari infeksi
pada lokasi yang tertekan.
Rencana
Tindakan
a. Kaji
faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit
R/ Salah
satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia bladder /bowel.
b. Kaji
keadaan pasien setiap 8 jam
R/ Mencegah lebih dini
terjadinya dekubitus.
c. Gunakan
tempat tidur khusus (dengan busa)
R/ Mengurangi tekanan 1
tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitas
d. Ganti
posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis
R/ Daerah
yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi meningkatkan
sirkulasi darah.
e. Pertahankan
kebersihan dan kekeringan tempat tidur dan tubuh pasien.
R/
Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya kerusakan kulit
f. Lakukan
pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang menonjol setiap 2 jam
dengan gerakan memutar.
R/ Meningkatkan sirkulasi
darah
g. Kaji
status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein
R/ Mempertahankan integritas
kulit dan proses penyembuhan
h. Lakukan
perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari
R/ Mempercepat proses
penyembuhan
4. Tujuan
: Peningkatan eliminasi urine
Kriteria
Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa residu dan
distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif, intake dan output cairan
seimbang
Rencana tindakan
a. Kaji
tanda-tanda infeksi saluran kemih
R/ Efek
dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih
b. Kaji
intake dan output cairan
R/
Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.
c. Lakukan
pemasangan kateter sesuai program
R/ Efek
trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih sehingga perlu
bantuan dalam pengeluaran urine
d. Anjurkan
pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari
R/
Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya ........
e. Cek
bladder pasien setiap 2 jam
R/
Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia
f. Lakukan
pemeriksaan urinalisa, kultur dan sensitibilitas
R/
Mengetahui adanya infeksi
g. Monitor
temperatur tubuh setiap 8 jam
R/
Temperatur yang meningkat indikasi adanya infeksi.
5. Tujuan
: Memperbaiki fungsi usus
Kriteria
hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek, berbentuk.
Rencana tindakan
a. kaji
pola eliminasi bowel
R/
Menentukan adanya perubahan eliminasi
b. b.
Berikan diet tinggi serat
R/ Serat
meningkatkan konsistensi feses
c. Berikan
minum 1800 – 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi
R/
Mencegah konstipasi
d. Auskultasi
bising usus, kaji adanya distensi abdomen
R/ Bising
usus menentukan pergerakan perstaltik
e. Hindari
penggunaan laktasif oral
R/
Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi ketergantungan
f. Lakukan
mobilisasi jika memungkinkan
R/
Meningkatkan pergerakan peritaltik
g. Berikan
suppositoria sesuai program
R/ Pelunak
feses sehingga memudahkan eliminasi
h. Evaluasi
dan catat adanya perdarah pada saat eliminasi
R/
Kemungkinan perdarahan akibat iritasi penggunaan suppositoria
6. Tujuan
: Memberikan rasa nyaman
Kriteria
hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak nyaman, mengidentifikasikan
cara-cara untuk mengatasi nyeri, mendemonstrasikan penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai kebutuhan individu.
Rencana tindakan
a. Kaji
terhadap adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi dan menghitung nyeri,
misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0 – 1-
R/ Pasien
biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera misalnya dada / punggung atau
kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer
b. Berikan
tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan posisi, masase, kompres hangat /
dingin sesuai indikasi.
R/
Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan emosionlan,
selain menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak diinginkan pada fungsi
pernafasan.
c. Dorong
penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi visualisasi, latihan
nafas dalam.
R/
Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
d. kolaborasi
pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya dontren (dantrium);
analgetik; antiansietis.misalnya diazepam (valium)
R/
Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk
menghilangkan-ansietas dan meningkatkan istrirahat.
Evalusi
1. Klien
dapat meningkatkan pernafasan yang adekuat
2. Klien
dapat memperbaiki mobilitas
3. Klien
dapat mempertahankan integritas kulit
4. klien
mengalami peningkatan eliminasi urine
5. Klien
mengalami perbaikan usus / tidak mengalami konstipasi
6. Klien
menyatakan rasa nyaman
(Marilyn E. Doenges 1999 ; 340
– 358, Diane C Baurghman, 2000 : 91 – 93)
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta : EGC.
Carpenito, L. T, 1998. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Edisi 6. Jakarta ; EGC
Doengoes, M. E, 1999, Rencana Asuham Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta ; EGC
Luckman, J. and Sorensens R.C. 1993. Medical
Surgical Nursing a Psychophysiologic approach, Ed : 4. Philadelphia ; WB,
Souders Company.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI
Pearce Evelyn C. 1997. Anatomi dan Fisiologi untuk
Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar