Cerebrovascular accident (CVA)
A. DEFINISI
Cerebrovascular
accident (CVA) adalah suatu abnormalitas struktural atau fungsional otak yang
diakibatkan oleh interupsi suplai darah dari pembuluh yang menuju ke otak.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Pada
pembahasan CVA anatomi fisiologi yang dibahas ditekankan kepada struktur dan
fungsi saraf pusat (otak, spinal cord, dan bagian-bagiannya).
Otak
dibagi menjadi lima bagian utama (S. A. Price, L. A. Wilson. Patofisiologi,
Konsep klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995, hlm.902)
:
1.
Telensefalon (endbrain)
Hemisfer
serebri:
a.
Korteks serebri
b.
Rinensefalon : sistem limbik
c.
Basal Ganglia
1)
Nukleus kaudatus
2) Nukleus
lentikularis (putamen, globus palidus)
3)
Klaustrum
4)
Amigdala
2.
Diensefalon (interbrain)
a.
Epitalamus
b.
Talamus
c.
Subtalamus
e.
Hipotalamus
3.
Mesensefalon (midbrain)
a.
Korpora kuadrigemina
1)
Kolikulus superior
2)
Kolikulus inferior
b.
Tegmentum
1)
Nukleus ruber
2)
Substantia nigra
c.
Pedinkulus serebri
4.
Metensefalon (afterbrain)
a.
Pons
b.
Serebelum
5.
Mielensefalon (narrowbrain)
Medula
oblongata
*)
Otak depan = telensefalon + diensefalon
Otak belakang = metensefalon + mielensefalon
Otak dan
medula spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak, tulang belakang, dan oleh
tiga jaringan penyambung yaitu pia mater, araknoid, dan dura mater.
Masing-masing merupakan lapisan yang terpisah dan kontinyu
Pia
mater berhubungan langsung dengan otak dan jaringan spinal, dan mengikuti
kontur struktur eksternal otak dan jaringan spinal. Pia mater merupakan
jaringan vaskular dimana pembuluh-pembuluh darahnya berjalan menuju struktur
dalam susunan saraf pusat (SSP) untuk memberikan nutrisi kepada jaringan saraf.
Araknoid
adalah membran fibrosa tipis, halus, dan avaskular. Diantara araknoid dan pia
mater terdapat rongga subaraknoid di mana terdapat arteria, vena serebral dan
trabekula araknoid, dan cairan serebrospinal yang membasahi SSP.
Dura
mater merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis, dan mirip kulit sapi
yang melekat pada bagian dalam tulang tengkorak.
SUPLAI
DARAH OTAK DAN MEDULA SPINALIS
Suplai darah
dijamin oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis
interna yang cabang-cabangnya beranostomosis membentuk sirkulus arteriosus
serebri Willis. Aliran vena otak tak selalu paralel dengan suplai darah
arteria. Pembuluh vena meninggalkan otak melalui melalui sinus dura yang besar
dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna.
Suplai
Darah Dari Arteria Karotis:
·
Arteria
karotis eksterna bercabang ke arteria meningea media memperdarahi wajah dan
salah satu cabangnya ke dura mater.
·
Arteria
karotis interna bercabang ke arteria serebri media masuk ke rongga sub araknoid
dan arteria oftalmika yang memperdarahi mata
·
Arteria
serebri anterior memberi suplai darah ke struktur-struktur seperti nukleus
kaudatus dan putamen basal ganglia, bagian-bagian kapsula interna dan korpus
kalosum, bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis serebri termasuk korteks
somestetik dan korteks motorik. Bial arteria serebri anterior mengalami
sumbatan pada cabang utamanya maka akan
terjadi hemiplegia kontralateral yang lebih berat pada kaki dari pada lengan.
·
Arteria
serebri media mensuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis, dan
frontalis korteks serebri. Korteks auditorius, somestetik, motorik, dan pra
motorik disuplai oleh arteria ini
Suplai
Darah Dari Arteria Vertebrobasilaris
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal
dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteria vertebralis masuk rongga
tengkorak melalui foramen magnum. Keduanya bersatu membentuk arteria basilaris.
Setelah naik ke atas lalu mensuplai darah pada medula oblongata, pons,
serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitallis
dan temporalis, aparatus koklearis, dan vestibular.
Arteria-Arteria
Konduksi Penembus
Pada umumnya arteria-arteria serebri
mempunyai fungsi konduksi atau penembus. Arteria konduksi (a. karotis interna,
serebri interior, media dan posterior; arteria vertebro-basilaris; dan
cabang-cabang utama di arteri ini) membentuk suatu jalinan pembuluh yang luas
yang meliputi permukaan otak
FUNGSI-FUNGSI
1.
Korteks Serebri
·
Korteks
motorik primer:
Mengontrol gerakan volunter otot rangka pada sisi kolateral, terdapat gambaran
proyeksi motorik dari berbagai bagian tubuh (homunculus motorik). Lesi pada
daerah ini dapat menyebabkan gangguan respon motorik kontralateral
·
Korteks
sensorik primer:
Penerima sensasi umum, menerima impuls sensori dari kulit, otot sendi, tendo di
sisi kolateral. Terdapat homunkulus sensorik yang merupakan proyeksi sensorik kolateral.
Lesi pada bagian ini menyebabkan gangguan sensasi kolateral.
·
Korteks
visual primer:
Lesi pada bagian ini menyebabkan gangguan lapangan pandang dan halusinasi
visual.
·
Korteks
auditorik primer:
Lesi pada bagian ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
·
Area
penciuman/penghidu:
Sebagai sensor penciuman. Lesi pada bagian ini menyebabkan ketidak mampuan
menghidu (anosmia) dan halusinasi olfaktoris.
·
Area
Asosiasi:
Sebagai kontrol aktivitas mental tinggi misalnya berbicara dan menulis.
Kerusakan pada bagian ini akan menimbulkan ganggguan sesuai dengan tempat
kerusakan.
2.
Basal Ganglia
·
Mengkordinasi
gerakan agar menjadi lembut, luwes, indah, mantap, tepat, lambat.
·
Bekerja
sebelum gerakan dimulai dengan mengatur dan merencanakan sebagai konversi dari
pikiran sehingga menjadi gerakan yang disalurkan melalui talamus ke korteks.
·
Lesi
pada daerah ini dapat menimbulkan gangguan fungsi motorik hipo/hiper kinetik
dalam bentuk diskinesia, tardive diskinesia, akathisia.
3.
Rinensefalon
·
Mengendalikan
perilaku makan. Bersama dengan talamus mengendalikan perilaku seksual, emosi,
dan motivasi
·
Efek
otonomi, pengendalian tekanan darah dan pernafasan. Mengatur gerakan menelan,
menjilat dan lai-lain
4.
Talamus
·
Terminal
akhir pengiriman impuls sensorik untuk kemudian dipahami, pengaturan suasana
perasaan, dan pusat awas waspada
·
Kenaikan
aktivitas impuls ke talamus menyebabkan tidak mengantuk, apabila aktivitas
impuls menurun maka rasa mengantuk segera timbul, bahkan jika terjadi total
blok impuls dapat jatuh ke keadaan koma.
5.
Hipotalamus
·
Kordinasi
dan integrasi susunan saraf otonom seperti irama jantung, vasomotor,
termoregulator, peristaltik usus dan lambung
·
Memproduksi
releasing hormon
·
Pengaturan
lapar dan haus, kontraksi kandung kemih, dan tekanan darah
6.
Otak Tengah
Pusat
refleks penting untuk visual dan auditorik, keseimbangan dan gerakan mata,
saraf kranial III dan IV
7.
Pons
Tempat
saraf kranial nomor VI, VII, II, vestibularis, dan koklearis. Lesi di bagian
ini dapat menimbulkan hemiplegia
8.
Medula oblongata
Pusat
pengaturan gerak, pengukuran jarak, arah gerak, sikap tubuh, pengendalian
gerak.
TABEL RINGKASAN FUNGSI-FUNGSI SARAF KRANIAL
|
Saraf Kranial
|
Komponen
|
Fungsi
|
I
|
Olfaktorius
|
Sensorik
|
Penciuman /
penghiduan
|
II
|
Optikus
|
Sensorik
|
Penglihatan
|
III
|
Okulomotorius
|
Motorik
|
Mengangkat
kelopak mata
Konstriksi
pupil
Sebagian besar
gerakan ekstraokular
|
IV
|
Troklearis
|
Motorik
|
Gerakan mata
ke bawah dan ke dalam
|
VI
|
Abdusens
|
Motorik
|
Deviasi mata
ke lateral
|
V
|
Trigeminus
|
Motorik
|
Otot
temporalis dan maseter; gerakan rahang ke lateral
|
|
|
Sensorik
|
Kulit wajah,
2/3 depan kulit kepala; mukosa mata; mukosa hidung dan rongga mulut, lidah
dan gigi
Refleks kornea
atau refleks mengedip; komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V, respon
motorik melalui saraf kranial VII
|
VII
|
Fasialis
|
Motorik
|
Otot-otot
ekspresi wajah termasuk otot dahi, sekeliling mata serta mulut
Lakrimasi dan
salivasi
|
|
|
Sensorik
|
Pengecapan
duapertiga depan lidah (manis, asam, asin)
|
VIII
|
Vestibulo-koklearis
|
|
|
|
- Vestibularis
|
Sensorik
|
Keseimbangan
|
|
- Koklearis
|
Sensorik
|
Pendengaran
|
|
|
|
|
IX
|
Glosofaringeus
|
Motorik
|
Faring:
menelan, refleks muntah
Parotis;
salivasi
|
|
|
Sensorik
|
Faring, lidah
posterior, termasuk rasa pahit
|
X
|
Vagus
|
Motorik
|
Faring,
laring: menelan, refleks muntah, fonasi; visera abdomen
|
|
|
Sensorik
|
Faring,
laring: refleks muntah; visera leher, toraks, dan abdomen
|
XI
|
Asesorius
|
Motorik
|
Otot
sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius; pergerakan kepala dan
bahu
|
XII
|
Hipoglosus
|
Motorik
|
Pergerakan
lidah
|
C. ETIOLOGI
1. Trombus
a. Atherosclerosis arteri intra/extra kranial
b. Penonjolan oleh perdarahan intra serebral
c. Arteritis karena penyakit kolagen/bakteri
d. Hiperkoagulasi (misalnya Polisitemia)
2. Emboli
a. Kerusakan katup o.k. penyakit jantung rematik
b. Infark miokard
c. Fibrilasi atrial
d. Endokarditis
bakterial/non bakterial yang menyebabkan terbentuknya gumpalan di endokardium
3. Perdarahan
a. Perdarahan intraserebral o.k. hipertensi
b. Perdarahan subaraknoid
c. Ruptur aneurisma
d. Malformasi arterio-vena
e. Hipokoagulasi (diskrasia darah)
4. Hipoksia general
Hipotensi
berat, henti jantung paru, depresi berat output jantung akibat disritmia
5. Hipoksia terlokalisir
a. Spasmus arteri
serebral berhubungan dengan perdarahan subaraknoid.
b. Vasokonstriksi
arteri serebral berhubungan dengan sakit kepala migrain
D. PATOFISIOLOGI
Otak sangat bergantung kepada oksigen dan tidak
memiliki persediaan oksigen. Dengan demikian, jika terjadi hipoksia,
metabolisme serebral segera berubah, kematian sel dan kerusakan permanen dapat
terjadi dalam 3 - 10 menit. Kondisi apapun yang merubah perfusi serebral akan
menyebabkan hipoksia atau anoksia. Pada awalnya hipoksia menyebabkan iskemia.
Iskemia jangka pendek (kurang dari 5 - 10 menit) menyebabkan defisit temporer.
Iskemia jangka panjang menyebabkan kematian sel permanen dan terjadi infark
serebral. Edema serebral yang menyertai dapat memperburuk defisit neurologik
yang tampak pada pasien.
Bagian defisit permanent dapat tidak
diketahui jika pasien didapati mengalami disfungsi serebral menyeluruh (koma).
Disfungsi menyeluruh dapat merupakan akibat dari iskemia menyeluruh yang
berdampak pada daerah otak yang lebih luas daripada area infark dan edema
serebral itu sendiri.
E. TANDA DAN GEJALA
- Perubahan tonus
otot (flasid/spastik); paralisis (hemiplegia); kelemahan umum.
- Gangguan
penglihatan; gangguan sensoris kulit, kesemutan
- Perubahan tingkat
kesadaran.( apatis s.d. koma)
- Hipertensi;
disritmia; perubahan EKG;
- Perubahan pola
berkemih: inkontinen, anuria
- Kesulitan mengunyah
dan menelan, cemas, gelisah
- Aphasia, kaku
kuduk, perubahan reaksi pupil
- Pusing; mudah
lelah; sulit beristirahat; tak ada nafsu makan; mual/muntah; hilang rasa pada
lidah, pipi, dan tenggorokan
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Angiografi
Serebral:
Menolong menentukan penyebab stroke yang lebih spesifik. Misalnya, perdarahan
atau obstruksi arteria, menunjukkan tempat oklusi maupun ruptur.
2.
Computerized
Tomography Brain Scan (CT Scan):
Menunjukkan
adanya edema, hematoma, iskemia, dan infark. Catatan: dapat juga tidak
segera menunjukkan semua perubahan.
3.
Pungsi
Lumbal:
Tekanan normal, biasanya jelas pada trombosis serebral, emboli, dan TIA
(transient ischemic attack). Peningkatan tekanan dan adanya darah pada cairan
dapat menunjukkan adanya perdarahan sub arakniod dan intra serebral. Level protein
total dapat naik pada kasus-kasus trombosis sehubungan dengan proses inflamasi.
4.
MRI
(magnetic resonance imaging):
Menunjukkan area infark, perdarahan, malformasi arterio-vena
5.
Ultrasonografi
Doppler:
Mengidentifikasi penyakit arterio-vena. Misalnya, Masalah pada sistem carotis
(aliran darah / adanya plak atherosklerosis).
6.
EEG
(electroencephalography):
Mengidentifikasi masalah berdasarkan kepada gelombang listrik otak dan dapat
menunjukkan area yang spesifik dari lesi.
7.
X-rays
Tengkorak: Dapat
menunjukkan pergeseran kelenjar pineal ke sisi yang lain dari massa yang
berekspansi; Kalsifikasi pada carotis interna dapat terlihat pada trombosis
serebral; kalsifikasi partial pada dinding pembuluh yang mengalami aneurysma
dapat terlihat pada perdarahan sub araknoid.
G. TERAPI / PENGELOLAAN MEDIK
- Pemberian terapi
intravena: nutrisi dan cairan
- Sonde Lambung:
nutrisi
- Pemberian oksigen
- Antikoagulan:
warfarin sodium (Coumadin); heparin, agent anti platelet; dipyridamole
(Persantin)
- Anti fibrolitik:
aminocaproic acid (Amicar)
- Anti hipertensif
- Vasodilator
periferal: cyclandelate (cyclospasmol); papaverin; isoxsuprine (vasodilan)
- Steriod,
dexamethason
-
Phenitoin(dilantin), phenobarbital
- Stool softener
- Operasi,
endartrektomi, microvascular bypass
- Monitor studi
laboratorium: prothrombin/PTT time, Dilantin level.
- Muscle relaxant,
anti spasmodik.
H. Pengkajian
1.
Data Subyektif
Di
bawah ini merupakan data subyektif pada pasien dengan cerebrovascular accident:
a. Pemahaman pasien
tentang penyakit dan gejala-gejalanya
b. Karakteristik
munculnya gejala-gejala
c. Adanya sakit kepala, jenis dan lokasinya
d. Adanya defisit
sensoris
e. Kemampuan visual:
adanya diplopia, pandangan kabur.
f. Kemampuan untuk berpikir
dengan jernih
g. Gejala-gejala lain
yang menyertai
2.
Data Obyektif
a. Kekuatan motorik:
paresis atau plegia yang biasa terjadi
b. Perubahan tingkat
kesadaran, termasuk koma
c. Tanda-tanda
peningkatan tekanan intra kranial
d. Status pernafasan
e. Kemampuan verbal,
adanya aphasia
I. Diagnosa keperawatan
1. Perubahan perfusi
jaringan serebral sehubungan dengan interupsi aliran darah ke otak:
- gangguan oklusif
- Perdarahan
- vasospasmus serebral
- edema serebral
2. Gangguan mobilitas
fisik sehubungan dengan keterlibatan neuromuskular:
- kelemahan, parestesia
- paralisis hipotonik/flaccid
(awal)
- paralisis spastik
3. Gangguan
komunikasi verbal dan / atau tertulis sehubungan dengan:
- gangguan sirkulasi serebral
- gangguan neuromuskular
- kehilangan tonu/kontrol otot
wajah/mulut
- kelemahan secara umum /
kelelahan
4. Perubahan persepsi
sensoris sehubungan dengan:
- berubahnya resepsi
sensoris, transmisi, integrasi (trauma atau defisit neurologik)
- stress psikologik
(menyempitnya lapangan persepsi karena kecemasan)
5. Ketidak mampuan
merawat diri : mandi, membersih-kan diri, bab, bak sehubungan dengan:
- kelemahan neuro
muskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, hilangnya kendali dan kordinasi
otot
- kelemahan
persepsi/kognitif
-
nyeri,ketidaknyamanan
- depresi
6. Resiko gangguan
menelan sehubungan dengan kelemahan neuro muskuler
7. Kurang pengetahuan
tentang kondisi dan pengobatan/perawatan sehubungan dengan:
- kurang informasi
- keterbatasan
kognitif, misinterpretasi informasi, ketidak mampuan mengingat.
- tidak mengetahui
sumber informasi.
J.
Prioritas dan Perencanaan
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Tingkatkan
kecukupan perfusi serebral dan oksigenisasi
2. Cegah dan
meminimalkan komplikasi dan ketidak mampuan permanen
3. Bantu pasien untuk
meningkatkan kemandirian dalam aktivitas harian
4. Dukung proses
koping dan integrasi dari perubahan ke konsep diri.
5. Berikan informasi
tentang proses penyakit / prognosa, pengobatan/perawatan dan rehabilitasi yang
dibutuhkan.
PERENCANAAN
1. Perubahan perfusi
jaringan serebral sehubungan dengan interupsi aliran darah ke otak:
- gangguan oklusif
- Perdarahan
- vasospasmus serebral
- edema serebral
Hasil yang
diharapkan:
- Kesadaran,
kognitif, dan fungsi motorik / sensorik membaik dan dipertahankan
- Menunjukkan
stabilitas tanda-tanda vital dan tidak adanya tanda-tanda kenaikan tekanan
intra kranial
Intervensi
|
Rasional
|
-Tentukan faktor2
yang berhubungan dengan situasi/penyebab indi vidual untuk koma / penurunan
perfusi serebral dan potensi-al peningkatan T.I.K.
|
Mempengaruhi
pilihan intervensi, perawatan di ruang umum atau di unit perawatan kritis
|
-Monitor/catat
status neurologik secara berkala dan bendingkan dengan data dasar
|
Melihat
trend dan potensial kenaikan TIK dan penentuan lokasi, luas, progres
kerusak-an dan resolusi
|
-Monitor tanda2
vital. Mis: Hipertensi / hipotensi, denyut jantung dan irama, murmur,
respirasi
|
Variabel
untuk menilai faktor-faktor yang berpengaruh, TIK, dan penentuan tindakan
yang akan diambil
|
-Evaluasi pupil,
ukuran, bentuk, simetrisitas, dan reaksinya terhadap cahaya
|
Menilai
saraf kranial II dan III, keseimbangan antara saraf simpatik dan para
simpatik
|
-Catat perubahan
penglihatan. Mis, kabur, lapangan persepsi pandangan dan kedalaman
|
Perubahan
merefleksikan area yang otak yang terkena, penentuan keamanan, dan pilihan
tindakan keperawatan
|
-Kaji fungsi-fungsi
yang lebih tinggi, termasuk kemampuan wicara jika pasien sadar
|
Perubahannya
merupakan indikator lokasi / tingkat kerusakan dan dapat mengindikasikan
kenaikan TIK
|
-Naikkan sedikit
posisi kepala dan dalam posisi netral
|
Mengurangi
tekanan arteri dengan meningkatkan drainase vena dan dapat memperbaiki
sirkulasi / perfusi serebral
|
-Beri tirah baring;
lingkungan tenang; batasi pengunjung / aktivitas seperlunya. Beri periode
istirahat antara prosedur, dan batasi lamanya prosedur
|
Stimulasi
& aktivitas kontinyu dpt menaikkan TIK, istirahat dan ketenangan
diperlukan untuk mencegah perdarahan ulang (pada kasus-kasus perdarahan)
|
-Cegah mengejan
waktu BAB atau menahan nafas
|
Valsava
maneuver menaikkan TIK potensi perdarahan ulang
|
-Kaji kaku kuduk,
kejang otot, kegelisahan, iritabilitas, kejadian kejang
|
Indikator
iritasi meningeal terutama pada perdarahan. Kejang menunjukkan kenaikkan TIK
|
- Kolaborasi:
Suplemen oksigen, antikoagulan (tidak pada hipertensi)
|
Mengurangi
hipoksemia yg dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan meningkatkan
edema. Memperbaiki aliran darah
serebral (jika trombosis)
|
2. Gangguan mobilitas
fisik sehubungan dengan terganggunya neuromuskular:
- kelemahan, parestesia
- paralisis hipotonik/flaccid
(awal)
- paralisis spastik
Hasil yang diharapkan
:
- Mempertahankan
posisi optimal dari fungsi yang ditunjukkan dengan tidak adanya kontraktur,
footdrop
- Mempertahankan /
meningkatnya kekuatan dan fungsi pada
bagian tubuh yang terkena
- Mendemonstrasikan
tehnik / tingkah laku yang menuju kembali ke aktivitas semula
- Mempertahankan
integritas kulit
Intervensi
|
Rasional
|
-Kaji kemampuan
fungsional sesuai dengan kelemahan yang terjadi
|
Mengidentifikasi
kemam -puan/kekurangan, me-nyediakan informasi yang sesuai, menentu-kan
pemilihan inter-vensi
|
-Rubah posisi
minimal tiap 2 jam
|
mengurangi
resiko iskemia jaringan / kerusakan
|
-Tengkurapkan
pasien 1-2 kali sehari jika pasien tolerate
|
Mempertahankan
eksten-si panggul, tapi dapat meningkatkan kecemasan karen sulit bernafas
|
-Mulai aktif pasif
ROM segera setelah pasien masuk RS
|
Mencegah
atrofi otot, meningkatkan sirkula-si, dan mencegah kon-traktur (jangan
berle-bihan à perdarahan
lagi)
|
-Evaluasi kebutuhan
posisi pada paralisis spastik :
|
Kontraktur
fleksi terjadi karena otot fleksor lebih kuat daripada ekstensor
|
*Taruh bantal
dibawah ketiak
|
Mencegah
adduksi pundak dan fleksi siku
|
*Naikkan lengan dan
tangan
|
Meningkatkan
aliran balik dan mencegah edema
|
* Taruh benda bulat
keras dalam genggaman
|
Benda
keras menurunkan stimulasi fleksi jari dan tetap dalam posisi fungsional
|
*Letakkan lutut dan
panggul pada posisi extensi
|
Mempertahankan
posisi yang fungsional
|
*Pertahankan
tungkai pada posisi netral
|
Mencegah
rotasi pang-gul keluar (eksternal)
|
-Observasi bagian
yang lemah: warna, edema, atau tanda lain gangguan sirkulasi
|
Jaringan
edema lebih mudah cedera dan proses penyembuhannya lebih lama
|
-Kolaborasi: Kasur
angin, kasur air, atau tempat tidur khusus
|
Mengurangi
tekanan pada bagian yang menonjol dan mencegah kerusakan
|
-Kolaborasi: konsul
fisioterapi
|
Menentukan
program individual
|
-Kolaborasi:
Berikan relaxant, antispasmodik, dll sesuai order
|
Diperlukan
untuk menghilangkan spastisitas pada bagian yang lemah
|
3. Gangguan
komunikasi verbal dan / atau tertulis sehubungan dengan:
- gangguan sirkulasi serebral
- gangguan neuromuskular
- kehilangan tonu/kontrol otot
wajah/mulut
- kelemahan secara umum /
kelelahan
Hasil yang diharapkan
:
Intervensi
|
Rasional
|
-Kaji jenis/tingkat
disfungsi, pemahaman pasien terhadap kata-kata atau sulit berbicara, bedakan
aphasia dengan disartria, berikan feedback jika ada kesalahan
|
Menentukan
tingkat dan area otak yang terkena. Menentukan cara berkomunikasi. Pasien
kadang tidak sadar atas kesalahan verbalnya
|
-Minta pasien untuk
mengikuti perintah sederhana. Mis, “tutup mata” “tunjuk pintu”, tunjuk obyek
dan tanyakan namanya, minta pasien untuk mengucapkan kata sederhana “bom”
top” dll
|
Menguji
aphasia reseptif maupun ekspresif. Mengidentifikasi sisi / komponen mana yang
mengalami kelemahan.
|
-Berikan metode
alter-natif dalam berkomuni kasi. Mis, menulis, gambar. Berikan petunjuk
visual (mis, bahasa tubuh, gambar)
|
Memenuhi
kebutuhan komunikasi berdasarkan kebutuhan dan situasi individual
|
-Dorong keluarga /
pe-ngunjung untuk terus berusaha berkomuni-kasi dengan pasien, mis, membaca
surat, diskusi keluarga
|
Mengurang
isolasi sosial dan meningkatkan pencapaian komunikasi yang lebih efektif
|
-Hargai kemampuan
pasien sebelum sakit, jangan menjawab dengan kata-kata yang merendahkan
|
Membuat
pasien merasa berharga karena kemam-puan intelektualnya masih tetap ada
|
-Kolaborasi: Konsul
/ rujuk ke speech terapist
|
|
4. Perubahan persepsi
sensoris sehubungan dengan:
- berubahnya resepsi
sensoris, transmisi, integrasi (trauma atau defisit neurologik)
- stress psikologik
(menyempitnya lapangan persepsi karena kecemasan)
Hasil yang diharapkan
:
- Tingkat kesadaran
dan fungsi persepsi kembali / dipertahankan ke tingkat semula
- Mengetahui
perubahan kemampuan dan adanya gejala sisa
- Mendemonstrasikan
tingkah laku mengkompensasi / mengatasi defisit yang ada
Intervensi
|
Rasional
|
-Ulas patologi dari
kondisi individual
|
Kewaspadaan
terhadap tipe/area yang terkena membantu mengkaji kelemahan spesifik dan
perencanaan intervensi
|
-Evaluasi defisit
penglihatan
|
Mengganggu
kemampuan pasien mengantisipasi / mengenal lingkungan dan meningkatkan resiko
cedera
|
-Dekati pasien dari
sisi mata yang tidak terganggu
|
Dapat
mengetahui adanya orang / objek, mencegah kaget
|
-Sederhanakan
ling-kungan, kurangi perlengkapan yang tidak perlu
|
Menurunkan
stimulasi visual dan mengurangi kebingungan terhadap keadaan lingkungan
|
-Kaji kewaspadaan
sensoris, mis: pembedaan dingin-panas, tajam-tumpul, rasa posisi, rasa sendi
|
Penurunan
kemampuan sensoris dan rasa gerak mempengaruhi keseimbangan dan posisi maupun
pergerakan yang tepat. Mengganggu ambulasi dan beresiko cedera
|
-Stimulasi rasa
sentuh an. Mis, beri benda, genggam, latihan menyentuh dinding / sisi tempat
tidur
|
Membantu
retraining jalur sensoris dan integrasi respsi dan interpretasi dari stimulus
|
-Lindungi terhadap
suhu ekstrim, kaji bahaya lingkungan, anjurkan mengetes air hangat dengan
bagian yang sehat
|
Meningkatkan
keamanan, mernurunkan resiko cedera
|
-Reorientasikan
pasien secara berkala terhadap lingkungan, staf, dan prosedur
|
Membantu
pasien dalam mengidentifikasi tidak konsistensinya resepsi dan integrasi dari
stimulus. Mengurangi distorsi persepsi terhadap realitas
|
5. Ketidak mampuan
merawat diri : mandi, membersihkan diri, b.a.b., b.a.k. sehubungan dengan:
- kelemahan neuro
muskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, hilangnya kendali dan kordinasi
otot
- kelemahan
persepsi/kognitif
-
nyeri,ketidaknyamanan
- depresi
Hasil yang diharapkan
:
- Dapat
mendemonstrasikan tehnik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri
- Mampu melaksanakan
aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuannya
- Dapat
mengidentifikasi sumber-sumber yang dapat memberikan bantuan yang diperlukan
Intervensi
|
Rasional
|
-Kaji kemampuan
dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari
|
Membantu
perencanaan / mengantisipasi pemenuhan kebutuhan individu
|
-Hindari melakukan
hal-hal yang bisa dilakukan pasien, berikan bantuan seperlunya
|
Mencegah
dependensi, mempercepat kembalinya kemampuan dan percaya diri
|
-Pertahankan sikap
mendukung. Beri cukup waktu bagi pasien untuk menyelesaikan tugasnya
|
Pasien
membutuhkan empati tetapi harus mengetahui bahwa pera wat akan tetap
konsis-ten dalam membantu
|
-Berikan feedback
positif terhadap usaha dan keberhasilan
|
Menambah
rasa mampu, kemandirian, dan mendorong pasien untuk terus berusaha
|
-Gunakan alat yg dimo-difikasi.
Mis, garpu, sikat gigi panjang, bangku mandi, dll
|
Memampukan
pasien untuk pengelolaan diri, kemandirian, dan percaya diri
|
-Kaji kemampuan
pasien untuk mengutarakan kebutuhannya dalam menggunakan urinal, bedpan.
Antar pasien ke kamar mandi secara periodik untuk melatih eliminasi
|
Ada
gangguan neurogenik kandung kemih kadang tak mampu mengutarakn kebutuhan
berkemih. Tapi pada perkembangan penyembuhan biasanya kembali seperti semula
|
-Identifikasi
kebiasa-an eliminasi sebelum-nya dan mengupayakan kebiasaan normal. Berikan
diit rendah serat, banyak minum, tingkatkan aktivitas
|
Membantu
retraining dan kemandirian, mencegah konstipasi dan impaksi faeces
|
-Kolaborasi: beri
supositoria / pelembek tinja
|
Dapat
diperlukan pada awal latihan retraining
|
-Kolaborasi:
Konsultasi dengan fisioterapis, okupasional terapis
|
Memberikan
bantuan ah-li dalam mengembangkan rencana dan menentukan alat yang diperlukan
|
6. Resiko gangguan
menelan sehubungan dengan kelemahan neuro muskuler
Hasil yang diharapkan :
- Mendemonstrasikan
metode makan yang tepat dengan situasi individual dan aspirasi tercegah
- Berat badan yang
diharapkan dapat dipertahankan
Intervensi
|
Rasional
|
-Kaji kemampuan dan
patologi dlm menelan, tingkat paralisis, wajah, lidah, kemampu an menjaga jln
nafas. Timbang sec. berkala
|
Intervensi
nutrisi dan pilihan makanan ditentukan oleh faktor-faktor tersebut
|
-Tingkatkan
efektivi-tas menelan. Mis.nya:
|
|
*Bantu pasien
dengan dukungan kepala
|
Melawan
hiperekstensi, mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan menelan
|
*Atur pasien dengan
posisi kepala tinggi sebelum dan sesudah makan
|
Gravitasi
membantu menelan dan mencegah aspirasi
|
*Stimulasi bibir
untuk menutup atau buka mulut secara manual dengan tekanan ringan pada dagu
jika diperlukan
|
Membantu
retraining sensoris dan meningkatkan kontrol muskular
|
*Letakkan makan
pada sisi mulut yang tidak lemah
|
Memberikan
stimulasi sensoris (termasuk rasa) yang dapat mendo rong usaha menelan dan
meningkatkan intake makanan
|
*Beri makan
perlahan dengan lingkungan tenang
|
Pasien
dapat berkonsen trasi dalam mekanisme makan tanpa gangguan eksternal
|
*Mulai masukan oral
dari yang encer / semiliquid
|
Makanan
lembut mudah di kendalikan dan mengurangi resiko aspirasi
|
*Dorong pasien
untuk minum menggunakan sedotan
|
Memperkuat
otot fasial dan pengunyah dan mengurangi resiko aspirasi
|
*Dorong keluarga
untuk membawa makanan kesukaan
|
Menstimulasi
usaha makan dan meningkatkan intake makanan
|
*Pertahankan
intake-output yang akurat. Catat hitungan kalori
|
Jika
usaha menelan kurang baik makan perlu dipikirkan metode lain
|
*Kolaborasi: Beri
cairan intra vena / NGT
|
Diperlukan
untuk mengganti cairan dan nutrisi jika pasien tak dapat memenuhi secara oral
|
7. Kurang pengetahuan
tentang kondisi dan pengobatan/perawatan sehubungan dengan:
- kurang informasi
- keterbatasan
kognitif, misinterpretasi informasi, ketidak mampuan mengingat.
- tidak mengetahui
sumber informasi.
Hasil yang diharapkan :
- Berpartisipasi
dalam proses belajar
- Dapat menjelaskan
kondisinya/prognosisnya dan rangkaian pengobatan yang harus dijalani
- Memulai perubahan
gaya hidup yang diperlukan
Intervensi
|
Rasional
|
-Evaluasi jenis /
tingkat gangguan persepsi sensoris yang terjadi
|
Defisit
mempengaruhi pemilihan metoda belajar dan isi / kompleksitas instruksi
|
-Ulas keterbatasan
yang ada dan diskusi-kan rencana / potensi pengembalian aktivi-tas(termasuk
seksual)
|
Meningkatkan
pemahaman, memberikan dan menciptakan harapan kembali ke kehidupan yang lebih
normal
|
-Ulas dan dorong
program pengobatan. Identifikasi cara meneruskan program sesudah keluar RS
|
Aktivitas,
keterbatasan dan kebutuhan terapi di kordinasi dengan dasar interdisiplin
untuk mencegah komplikasi
|
-Diskusikan rencana
pemenuhan kebutuhan
|
Variasi
tingkat bantuan tergantung tergantung situasi individual
|
-Sediakan instruksi
dan jadwal tertulis untuk aktivitas, pengobatan, dan fakta-fakta penting
|
Memberikan
dorongan secara visual dan pedoman jika sudah keluar dari rumah sakit
|
-Dorong pasien
untuk melihat daftar / catatan daripada bergantung kepada daya ingat
|
Memberikan
bantuan untuk mendukung daya ingat dan meningkatkan perbaikan level kognitif
|
-Anjurkan pasien
untuk mengurangi stimulasi lingkungan, terutama pada saat aktivitas kognitif
|
Terlalu
banyak stimulus dapat memperburuk
perubahan proses berpikir
|
-Anjurkan pasien
untuk mencari bantuan dalam pemecahan masalah dan memvalidasi keputusan yang
telah dibuatnya
|
Beberapa
pasien (teru-tama CVA kanan) dapat mengalami kelemahan “judgement” dan
tingkah laku impulsif, lemahan dalam mengambil keputusan yang tepat
|
-Identifikasi tanda
dan gejala yang memer lukan tindak lanjut seperti, perubahan visual, motor,
fungsi sensoris, perubahan mentasi, sakit kepala berat
|
Evaluasi
dan intervensi dini mengurangi resiko komplikasi dan kehilang an fungsi yang
lebih parah
|
-Identifikasi
faktor-faktor resiko indivi-dual(mis, hipertensi, obesitas, merokok,
atherosclerosis, oral kontrasepsi) dan perubahan gaya hidup yang diperlukan
|
Meningkatkan
kesehatan dan mencegah terulang-nya serangan stroke disaat berikutnya
|
-Tekankan
pentingnya perawatan lanjutan oleh tim rehabili-tasi. Mis, fisio /
okupasi/speech/vocational terapist
|
Kerja
yang baik pada akhirnya dapat mencapai sisa defisit yang sangat minimal
|
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Wilma J. Phipps, PH.D., R.N., F.A.A.N., Barbara C.
Long M.S.N., R.N., Medical-Surgical Nursing, Concept and Clinical Practice, fourth
edition, Missouri: Mosby-Year Book, Inc, 1991
Joan Luckman, R.N., M.A., Karen C. Sorensen, R.N.,
M.N., Medical-Surgical Nursing: A psychohysiological Approach, Philadelphia:
W.B. Saunders Company, 1987
Sylvia A. Price, Lorraine A. Wilson. Patofisiologi,
kKonsep klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995
Marilynn E. Doenges, Mary F. Mooerhouse, Nursing
Care Plan. Edition 3, Philadhelphia: F.A.Davis Company, 1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar